wmhg.org – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menembus level 7.700 pada Kamis (29/8). IHSG mencatat all time high (ATH) atau titik tertinggi sepanjang masa di 7.715,76.
Penguatan ini tidak bertahan sampai akhir penutupan perdagangan. IHSG melemah 0,41% atau turun 31,27 poin ke level 7.627,60 pada Kamis (29/8).
Namun sepanjang tahun berjalan ini, IHSG masih menguat 4,88% per Kamis (29/8). Artinya, IHSG masih dalam tren bullish. Penguatan IHSG ini ditopang oleh naiknya sejumlah saham unggulan.
Adityo Nugroho, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas mengatakan bahwa penguatan IHSG karena peluang pemangkasan suku bunga. Ini tercermin dari aliran dana investor asing telah mengakumulasikan net foreign buy sebesar Rp 12,3 triliun secara month to date per Rabu (28/9) ke pasar saham Indonesia.
Dengan raihan laba bersih di semester I-2024 sebesar US$ 278,7 juta, dalam hitungan Frankie saat ini INKP diperdagangkan dengan Price Earning (PE) sebesar 5 kali.
Itu merupakan valuasi yang murah untuk INKP yang menjadi memimpin pasar sektornya. Target harga INKP berada di level Rp 12.000 per saham, ucap Frankie.
Selain INKP, lanjutnya, saham INDF masih patut untuk dirilik. Emiten Grup Salim ini bakal ketiban berkah dari adanya penurunan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS).
Apalagi lagi laba bersih INDF saat ini hampir dua lipat lebih tinggi dari kinerja 2017.Di mana, kala itu harga saham INDF menyentuh level Rp 9.200 dan sekarang masih INDF tertahan di bawah Rp 7.000.
Menurut Frankie dengan ekspansi bisnis di Afrika dan pertumbuhan gerai warung Indomie di Indonesia, maka INDF masih menjadi dicermati dengan target harga di Rp 9.000 per saham.
Sementara, Adityo menilai masih ada beberapa saham besar yang ketinggalan, seperti ASII, TLKM, dan SMGR. Misalnya, ASII diperdagangkan dengan Price to Earning Ratio (PER) dengan di 6,48 kali Price to Book Value (PBV) 1,03 kali.
Namun kalau dicermati pergerakan harga saham ASII sepanjang tahun ini masih kurang bergairah. Sepanjang 2024 berjalan ini, ASII sudah terkoreksi 10,18% ke level Rp 5.075 per saham.
Namun dari indikator PBV Astra saat ini masih di bawah PBV historikalnya dalam empat tahun terakhir. Jadi mestinya ASII masih menarik, pungkas dia.