wmhg.org – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus bergerak naik hingga mencetak rekor tertinggi. Saat IHSG terus melambung, sejumlah saham di indeks IDX Value30 tercatat masih memiliki valuasi yang murah. Beberapa saham murah itu termasuk saham blue chip.
IHSG terus melanjutkan penguatannya menjelang akhir Agustus 2024. Pada intraday perdagangan Kamis (29/8), IHSG bahkan telah berhasil menembus level 7.700.
Sayangnya, penguatan itu tidak bertahan sampai akhir penutupan perdagangan. IHSG menutup perdagangan dengan melemah 0,41% atau turun 31,27 poin ke level 7.627,60 pada Kamis (29/8).
Namun sepanjang tahun berjalan ini, IHSG masih menguat 4,88% per Kamis (29/8). Artinya, IHSG masih dalam tren bullish. Penguatan IHSG ini ditopang oleh naiknya sejumlah saham unggulan.
Adityo Nugroho, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas mengatakan bahwa penguatan indeks IDX Value30 ini sejalan dengan lonjakan pada IHSG karena peluang pemangkasan suku bunga.
Kenaikan IHSG seiring aliran dana investor asing telah mengakumulasikan net foreign buy sebesar Rp 12,3 triliun secara month to date per Rabu (28/9) ke pasar saham Indonesia.
Rekomendasi Saham Pilihan
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Frankie WP menimpali, walaupun kinerja Indeks IDX Value30 sudah rally, tetapi masih ada saham-saham yang tergolong undervalue. Hal ini yang membuat valuasi IDX Value30 masih berpotensi naik lagi menjelang akhir 2024, jelas dia.
IDX Value30 adalah indeks yang mengukur kinerja harga dari 30 saham yang memiliki valuasi harga yang rendah dengan likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik.
Frankie bilang sentimen pendukungnya adalah stance the Fed yang mulai dovish. Ini menyebabkan investor institusi juga melakukan penyesuaian stance menjadi lebih risk on dengan membeli obligasi dan saham.
Hal tersebut turut mendorong pergerakan kurs rupiah yang membaik karena inflow dari institusi yang sudah mulai kembali. Penguatan rupiah akan dapat mendorong perbaikan kinerja emiten.
Frankie menyebut INKP masih dapat dicermati dengan harga yang undervalue. Padahal, emiten Grup Sinarmas ini cukup rajin menggelar ekspansi dengan membangun pabrik baru.
Dengan raihan laba bersih di semester I-2024 sebesar US$ 278,7 juta, dalam hitungan Frankie saat ini INKP diperdagangkan dengan Price Earning (PE) sebesar 5 kali.
Itu merupakan valuasi yang murah untuk INKP yang menjadi memimpin pasar sektornya. Target harga INKP berada di level Rp 12.000 per saham, ucap Frankie.
Selain INKP, lanjutnya, saham INDF masih patut untuk dirilik. Emiten Grup Salim ini bakal ketiban berkah dari adanya penurunan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS).
Apalagi lagi laba bersih INDF saat ini hampir dua lipat lebih tinggi dari kinerja 2017.Di mana, kala itu harga saham INDF menyentuh level Rp 9.200 dan sekarang masih INDF tertahan di bawah Rp 7.000.
Menurut Frankie dengan ekspansi bisnis di Afrika dan pertumbuhan gerai warung Indomie di Indonesia, maka INDF masih menjadi dicermati dengan target harga di Rp 9.000 per saham.
Sementara, Adityo menilai masih ada beberapa saham besar yang ketinggalan tren kenaikan harga, seperti ASII, TLKM, dan SMGR. Misalnya, ASII diperdagangkan dengan Price to Earning Ratio (PER) dengan di 6,48 kali Price to Book Value (PBV) 1,03 kali.
Namun kalau dicermati pergerakan harga saham ASII sepanjang tahun ini masih kurang bergairah. Sepanjang 2024 berjalan ini, ASII sudah terkoreksi 10,18% ke level Rp 5.075 per saham.
Namun dari indikator PBV Astra saat ini masih di bawah PBV historikalnya dalam empat tahun terakhir. Jadi mestinya ASII masih menarik, pungkas dia.
Saham INKP, INDF, ASII, TLKM dan SMGR juga termasuk saham di Indeks LQ45. Indeks yang berisi saham dengan likuiditas tertinggi ini indentik dengan saham-saham blue chip.
Baca Juga: Daftar Di Sscasn.bkn.go.id, Ini Info Lengkap Formasi CPNS Jawa Tengah 2024