wmhg.org – JAKARTA. JAKARTA. Kinerja keuangan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) pada semester I-2024 menunjukkan penurunan yang signifikan.
Laporan keuangan perusahaan mencatat laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp 925,51 miliar, turun drastis sebesar 71,8% dibandingkan dengan Rp 3,28 triliun pada periode yang sama di tahun 2023.
Penurunan laba bersih ini disebabkan oleh turunnya pendapatan GGRM selama enam bulan pertama tahun ini sebesar 10,45% menjadi Rp 50,01 triliun, dibandingkan Rp 55,85 triliun pada semester I-2023.
Menurut Direktur dan Sekretaris Perusahaan Gudang Garam, Heru Budiman, penurunan ini dipicu oleh turunnya volume penjualan akibat kenaikan tarif cukai, serta melemahnya daya beli masyarakat, khususnya di kalangan menengah ke bawah.
Heru menjelaskan bahwa berdasarkan data Nielsen, volume penjualan industri rokok secara keseluruhan turun 7,2% menjadi 106,1 miliar batang pada semester I-2024, dari 114,4 miliar batang pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun volume penjualan rokok Gudang Garam tercatat sebesar 27,8 miliar batang pada Juni 2024, turun 14,4% dibandingkan dengan 32,5 miliar batang pada periode yang sama tahun lalu.
Secara rinci, volume penjualan Sigaret Kretek Mesin (SKM) GGRM turun 17,19%, dari 28,5 miliar batang pada semester I-2023 menjadi 23,6 miliar batang pada semester I-2024. Sementara itu, penjualan Sigaret Kretek Tangan (SKT) masih mengalami peningkatan sebesar 7,5%, dari 4 miliar batang menjadi 4,3 miliar batang.
Sebagai akibat dari penurunan volume penjualan ini, pendapatan GGRM juga mengalami penurunan sebesar 10,45% pada enam bulan pertama tahun 2024, menjadi Rp 50,01 triliun, dibandingkan Rp 55,85 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Heru mengungkapkan bahwa penurunan ini disebabkan oleh penurunan volume penjualan dan kenaikan harga jual yang terjadi pada Maret dan Mei 2024.
Biaya pokok pendapatan GGRM tercatat menurun 6,2% menjadi Rp 44,95 triliun pada semester I-2024, dari Rp 47,91 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan biaya cukai sebesar 3,1% serta turunnya volume penjualan.
Heru juga menyinggung kemungkinan kenaikan cukai pada tahun 2025. Hingga saat ini, perusahaan masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah terkait penerapan tarif cukai tahun depan.
Di sisi lain, Heru memastikan bahwa hingga saat ini, perusahaan belum memiliki rencana untuk melakukan aksi korporasi berupa pembelian kembali saham (buyback).