wmhg.org – JAKARTA. Empat emiten tambang anggota holding industri pertambangan BUMN, Mining Industry Indonesia (Mind Id), telah merilis laporan kinerja semester I-2024. Mayoritas emiten mengalami penurunan laba bersih meski pendapatan meningkat.
Mulai dari PT Bukit Asam Tbk (PTBA), emiten tambang batubara plat merah ini mengantongi pendapatan senilai Rp 19,64 triliun dalam periode setengah tahun 2024. Meningkat 4,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Year on Year/YoY) dari sebelumnya Rp 18,85 triliun.
Secara bottom line, PTBA meraih laba bersih sebesar Rp 2,03 triliun. Turun 26,71% dibandingkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk semester I-2023, yang kala itu mencapai Rp 2,77 triliun.
Beranjak ke PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), emiten tambang mineral ini membukukan penjualan senilai Rp 23,18 triliun hingga periode Juni 2024. Meningkat 7,01% ketimbang penjualan Rp 21,66 triliun yang diraih ANTM pada semester I-2023.
Laba bersih ANTM pun menyusut 17,55% dari Rp 1,88 triliun menjadi Rp 1,55 triliun dalam enam bulan pertama 2024. Dalam periode setengah tahun ini, kinerja yang mentereng justru dibukukan oleh PT Timah Tbk (TINS).
Top line dan bottom line TINS kompak menanjak dalam periode enam bulan 2024. Pendapatan TINS meningkat 14,25% (YoY) dari Rp 4,56 triliun menjadi Rp 5,21 triliun pada semester I-2024.
Laba bersih TINS terbang setinggi 2.571,95% (YoY) dari Rp 16,26 miliar menjadi Rp 434,46 miliar pada semester I-2024. Berbeda nasib dengan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang top line dan bottom line kompak merosot.
Sekadar mengingatkan, INCO sudah merampungkan kewajiban divestasi pada 28 Juni 2024. Dengan divestasi tersebut, Mind Id kini menguasai 34,19% kepemilikan saham di INCO.
Posisi itu membuat Mind Id menjadi pemegang saham terbesar, dan bersama-sama dengan Vale Canada Limited menjadi pengendali (joint control) INCO. Sayangnya, kinerja emiten nikel ini sedang lunglai pada semester I-2024.
Pendapatan INCO terpangkas 27,34% (YoY) dari US$ 658,96 juta menjadi US$ 478,75 juta. Sedangkan laba bersih INCO anjlok 82,05% dari US$ 207,80 juta menjadi US$ 37,28 juta pada semester I-2024.
Rekomendasi Saham
Research Analyst Reliance Sekuritas Ayu Dian menyoroti tiga emiten tambang BUMN yang sahamnya menjadi konstituen LQ45, yakni ANTM, INCO dan PTBA. Menurut Ayu, kinerja semester pertama ANTM dan INCO di bawah ekspektasi.
Sedangkan kinerja PTBA relatif sesuai dengan ekspektasi. Ayu pun melihat PTBA berpotensi menumbuhkan kinerja pada semester II-2024 melihat harga indeks batubara Newcastle yang masih stabil.
Apalagi produksi batubara Indonesia juga cenderung melambat. Sehingga kami melihat ada potensi pelemahan supply yang dapat mendorong harga coal tetap stabil di tengah potensi kenaikan permintaan menjelang musim dingin, kata Ayu kepada Kontan.co.id, Jum'at (2/8).
Analis Stocknow.id Sinta Dwi Untari mengingatkan pelaku pasar untuk tetap waspada terhadap volatilitas harga komoditas. Sehingga untuk mengurangi risiko, Sinta menyarankan agar melakukan diversifikasi portofolio dan memilih saham yang masih undervalued.
PTBA Chart by TradingView
Di antara empat emiten tambang anggota Mind Id itu, Sinta menilai saham PTBA dan TINS masih terbilang undervalued. Dengan prospek permintaan batubara yang stabil, Sinta menyematkan rekomendasi buy PTBA memperhatikan support di Rp 2.620 dan resistance pada level Rp 2.950.
Sinta juga melirik TINS yang layak sebagai pilihan koleksi dalam jangka menengah mencermati support di Rp 915 dan resistance pada level Rp 1.050. Selain itu, pelaku pasar bisa mempertimbangkan hold untuk saham ANTM dan INCO.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo juga menjagokan saham PTBA dan TINS. William menyematkan rekomendasi buy untuk saham PTBA (support Rp 2.600 dan resistance Rp 2.900) dan TINS (support Rp 845 dan resistance Rp 1.145).
William menyarankan speculative buy saham INCO (support Rp 3.550 dan resistance Rp 4.010) dan buy on weakness ANTM (support Rp 1175 dan resistance Rp 1.460). Sementara itu, Ayu merekomendasikan buy PTBA dengan target harga Rp 2.890 per saham.