wmhg.org – JAKARTA. Kinerja indeks Kompas100 diproyeksi tidak akan jauh berbeda dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di semester II-2024.
Pada penutupan perdagangan Jumat (9/8) lalu, IHSG ditutup di level 7.256. Sejak awal tahun alias year to date (ytd), kinerja IHSG masih terkoreksi 0,22%. Sementara, kinerja indeks Kompas100 turun 3,23% ytd.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, kinerja indeks Kompas100 yang masih mengalami penurunan disebabkan oleh sejumlah sentimen negatif di pasar.
“Penurunan kinerja indeks Kompas100 tidak terlepas dari sentimen negatif pasar global dan domestik. Apalagi, IHSG masih turun sebesar 0,22% secara ytd,” katanya kepada Kontan, Sabtu (10/8).
Di semester II, Nico melihat ada sejumlah sentimen positif yang berpotensi meningkatkan kinerja para emiten konstituen Kompas100. Di antaranya, potensi penurunan tingkat suku bunga The Fed, pelantikan presiden terpilih, pemilihan kabinet, pemilihan kepala daerah (pilkada), dan penurunan harga minyak bumi.
Sektor yang kemungkinan akan berkinerja baik di semester II adalah sektor keuangan, energi, consumer non-cyclical, dan basic material. Sementara, sektor kesehatan berpotensi menjadi pemberat kinerja indeks Kompas100 di semester II.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Pilihan Saat Bursa Tertekan
“Sektor properti dan otomotif juga akan naik lebih banyak apabila tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI) dapat turun,” ungkapnya.
Nico pun merekomendasikan beli untuk ADMR dengan target harga Rp 1.800 per saham, AMRT Rp 3.300 per saham, AUTO Rp 2.900 per saham, BNGA Rp 2.200 per saham, BRIS Rp 2.900 per saham, BSDE Rp 1.300 per saham, ICBP Rp 13.400 per saham, MDKA Rp 3.050 per saham, dan MEDC Rp 1.800 per saham.
Lalu, beli untuk MYOR dengan target harga Rp 2.980 per saham, TLKM Rp 3.900 per saham, BBNI Rp 5.100 per saham, BBCA Rp 11.350 per saham, BMRI Rp 7.500 per saham, JSMR Rp 6.450 per saham, ULTJ Rp 2.700 per saham, dan CPIN Rp 5.800 per saham.
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat mengatakan, kinerja indeks Kompas100 sebenarnya tak jauh berbeda dengan kinerja IHSG. Hal ini karena konstituen dalam Kompas100 punya syarat memiliki kapitalisasi pasar yang besar.
“Emiten dengan kapitalisasi pasar yang besar dampaknya juga besar ke IHSG. Alhasil, pergerakan Kompas100 mirroring pergerakan IHSG,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (11/8).
Melihat segi kinerja saham konstituennya, SSIA terbang paling tinggi secara year to date (ytd). Saham SSIA naik 150% ytd, SMIL 141,32% ytd, DOID 111,65% ytd, TPIA 99,52% ytd, dan AMMN naik 69,47% ytd.
Sementara, saham PTMP turun paling dalam sejak awal tahun, yaitu 67,33% ytd. Lalu, BBYB turun 44,95% ytd, BUKA 44,91% ytd, SMGR 41,09% ytd, dan GOTO 33,9% ytd.
Menurut Teguh, pergerakan saham masing-masing emiten pun dipengaruhi sentimen yang berbeda-beda. Misalnya, kenaikan SSIA disebabkan oleh aksi korporasi terkait kerjasama bisnis pada beberapa bulan lalu. Di sisi lain, kenaikan harga saham AMMN disebabkan oleh kenaikan harga komoditas dan kinerja perusahaan yang masih baik.
“Kinerja ini juga tak bisa dilihat secara sektoral. Misalnya saja, AMMN yang produksi emas, kinerja keuangan dan harga sahamnya naik, tetapi ARCI dan ANTM berbeda nasib. TPIA juga kinerjanya bagus, tapi bukan berarti semua emiten kimia kinerjanya bagu,” ungkapnya.
BBRI Chart by TradingView
Di semester II, Teguh melihat kinerja pasar modal masih bisa membaik, meskipun tidak terlalu tinggi. Alasan utamanya karena masih tingginya volatilitas pasar saham akibat banyak sentimen global yang mempengaruhi secara negatif.
“Namun, penurunan suku bunga The Fed bisa jadi sentimen utama yang memberikan angin segar ke kinerja pasar modal global dan domestik, termasuk ke kinerja emiten Kompas100,” paparnya.
IHSG pun diproyeksikan hanya akan bergerak di level 7.000 – 7.200 hingga akhir tahun 2024. Terkait sektor unggulan, kinerja perbankan dan energi masih akan bagus hingga akhir tahun ini.
Teguh merekomendasikan beli untuk BBRI dengan target harga Rp 6.000 per saham, BBNI Rp 6.000 per saham, ASII Rp 6.000 per saham, ELSA Rp 800 – Rp 900 per saham, INDY Rp 2.000 – Rp 2.400 per saham, dan ABMM Rp 4.000 per saham.