wmhg.org – BELITUNG. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjelaskan sebab program replanting atau peremajaan sawit rakyat (PSR) tak pernah capai target.
Hal ini disebabkan oleh adanya tumpang tindih regulasi yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Anggota Dewan Pengawas BPDPKS, Joko Suriyono, menjelaskan bahwa masalah utama dari program PSR terletak pada regulasi yang melibatkan banyak kementerian.
Ini (regulasi PSR) urusannya banyak kementerian. Jadi hambatannya itu di banyak kementerian, bukan di BPDPKS. Jadi ini upaya yang terus dilakukan untuk memperbaiki regulasi prosedur untuk bagaimana PSR ini bisa meningkat,” kata Joko di Belitung, Rabu (28/8).
Ia menambahkan bahwa meskipun program PSR mengalami pelambatan dalam beberapa waktu terakhir, BPDPKS terus berupaya untuk mengatasi permasalahan ini. Namun, ia menegaskan bahwa tanggung jawab dalam perbaikan regulasi ini bukan hanya pada BPDPKS, tetapi juga melibatkan kementerian dan lembaga lainnya.
Realisasi Program PSR Masih Jauh dari Target
Data dari BPDPKS menunjukkan bahwa hingga Juli 2024, realisasi program PSR baru mencapai 18.484 hektar dengan dana yang telah disalurkan sebesar Rp544 miliar yang tersebar di 22 provinsi. Sementara itu, target luasan PSR yang ditetapkan adalah 120 ribu hektar.
Padahal, untuk mendukung percepatan PSR, anggaran telah dinaikkan dari Rp30 juta per hektar menjadi Rp60 juta per hektar. Namun, dukungan regulasi tetap menjadi tantangan utama dalam percepatan program ini.
Baca Juga: Gapki Ungkap Indonesia Belum Bisa Atur Harga Minyak Nabagi Dunia
Penurunan Produktivitas Sawit Dalam Negeri
Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana sekaligus Plt Direktur Kemitraan BPDPKS, Kabul Wijayanto, menekankan pentingnya program PSR dalam mendorong peningkatan produksi kelapa sawit.
Dalam beberapa waktu terakhir, produktivitas sawit dalam negeri mengalami penurunan yang signifikan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), produktivitas minyak sawit mentah (CPO) nasional tercatat sebesar 3,26 metrik ton per hektar per tahun pada 2019, kemudian menurun menjadi 2,87 metrik ton per hektar per tahun pada 2023.
Sementara itu, produktivitas CPO dari perkebunan sawit rakyat lebih rendah lagi, yakni hanya 2,58 metrik ton per hektar per tahun pada 2023.
Baca Juga: Kinerja Devisa Ekspor Sawit Masih Rentan
PSR dan Tantangan ke Depan
Sejak tahun 2016 hingga Juli 2024, realisasi program PSR baru mencapai 345 ribu hektar, jauh di bawah target pemerintah yang sebesar 180 ribu hektar per tahun.
Kabul menekankan bahwa program peremajaan dan penyediaan sarana serta prasarana merupakan bagian penting dari upaya meningkatkan produktivitas kelapa sawit di Indonesia.
Apabila program ini tidak dilaksanakan dengan baik sesuai target yang ditetapkan, tentu akan berdampak pada produktivitas yang diharapkan, tutup Kabul.