wmhg.org – JAKARTA. Beberapa asosiasi pelaku usaha dalam negeri mengkhawatirkan dampak kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, ini terhadap eksistensi industri padat karya dalam negeri.
Kekhawatiran ini mundul sebab ada potensi negara eksportir seperti China dan Vietnam akan mengalihkan target ekspornya dari AS ke negara berpenduduk besar seperti Indonesia.
Analis sekaligus Acting Head IFG Progress, Ibrahim Kholilul Rohman, menjelaskan jika kekhawatiran ini tak berkorelasi. Sebab produk yang diekspor China ke AS dan produk yang diekspor China ke Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda.
“Nggak seperti itu. Karakteristik ekspor China ke Amerika dan China ke Indonesia itu berbeda. China ke Amerika itu lebih ke high-end product, seperti electric vehicle, mobil listrik, teknologi, telekomunikasi, jadi yang relatif high-end, yang ke kita lebih ke variatif gitu ya. Jadi kayanya ga begitu dampaknya,” terang Ibrahim kepada Kontan, (7/4).
Ibrahim menjelaskan dampak langsung yang kemungkinan terjadi ialah produk ekspor utama Indonesia ke AS seperti tekstil, sepatu, dan elektronik, akan mengalami hambatan karena tarif yang tinggi.
Beberapa solusi yang ia berikan terhadap pemerintah untuk memitigasi kebijakan Trump ini ialah dengan melakukan negosiasi dan memperbesar kemungkinan perdagangan internal-regional-trade, seperti pedagangan Asia-China, Asia-India, atau Asia Timur.
“Ada 2 cara ya, kalau tetap mau ekspor ke Amerika ya lakukan negosiasi. Atau kalau memang mentok ya mencoba ekstensifikasi ke negara lain seperti Asia Timur, Asia Selatan, dan sebagainya,” terangnya.
Ia menilai kebijakan Trump memang terkesan kontraproduktif dengan perekonomian, namun tujuannya ialah untuk melindungi pangsa pasar domestik AS.
“Saya melihat ide-ide trump itu seperti selalu kontraproduktif dengan perekonomian tetapi kalau kita coba memahami itu tujuannya untuk melindungi domestik market,” pungkas Ibrahim.