wmhg.org – Kabar 2 Warga Negara Israel yang diduga merupakan mantan tentara Israel (IDF) menjalankan bisnis vila mewah di Bali memicu reaksi keras.
Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) mendesak Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas dengan menangkap keduanya, bukan sekadar mendeportasi, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas isu kejahatan kemanusiaan di Gaza.
Ketua Dewan Pembina MER-C, Sarbini Abdul Murad, menyerukan tindakan hukum yang serius apabila informasi mengenai operasional bisnis oleh 2 terduga eks tentara IDF di Bali terbukti benar.
Menurutnya, isu ini harus ditangani dengan pendekatan hukum pidana, bukan sekadar pelanggaran imigrasi.
Apa bila benar ada anggota IDF mengelola villa langsung, pemerintah harus menahannya, bukan diekstradisi, kata Sarbini saat dihubungi wmhg.org, Jumat (8/8/2025).
Sarbini secara eksplisit mengaitkan desakan penangkapan ini dengan konflik yang terjadi di Palestina.
Ia menilai bahwa latar belakang individu yang diduga sebagai mantan anggota militer Israel tidak bisa dipisahkan dari tuduhan kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Saya harap pemerintah tegas menghukum atas pelanggaran HAM dan melakukan genosida di Gaza, Palestina, tegas Sarbini.
Informasi Lama yang Tak Ditindaklanjuti
Lebih lanjut, Sarbini mengungkapkan bahwa informasi mengenai keberadaan dan aktivitas bisnis warga Israel di Indonesia ini sebenarnya bukanlah hal baru.
Ia menyayangkan tidak adanya tindak lanjut yang serius dari pemerintah untuk memverifikasi dan menangani isu sensitif tersebut.
Sebenarnya sudah agak lama informasi ini beredar, tapi tak di-follow up oleh pemerintah, ungkapnya.
Desakan keras dari MER-C ini merefleksikan posisi politik luar negeri Indonesia yang secara historis tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina.
Kehadiran warga negara Israel, apalagi yang memiliki latar belakang militer dan terlibat dalam aktivitas bisnis di wilayah Indonesia, selalu menjadi isu yang sangat sensitif dan berpotensi memicu kontroversi publik yang luas.