wmhg.org – JAKARTA. Dana Moneter International (IMF) telah menyelesaikan Financial Sector Assessment Program (FSAP) terhadap Indonesia.
Hasil asesmen tersebut menunjukkan bahwa perekonomian dan sektor keuangan Indonesia dalam kondisi yang tangguh dan resilien.
Dalam laporannya, IMF menyebut utang pemerintah masih rendah, yang mencerminkan bahwa komitmen untuk menjaga penyangga fiskal yang kuat.
Sementara basis investor untuk utang pemerintah telah bergeser ke sektor domestik.
Pada tahun 2023, Indonesia membukukan surplus anggaran primer pertamanya dalam lebih dari satu dekade.
Kemudian, risiko keberlanjutan utang juga terkendali dengan baik, di mana rasio utang pemerintah tercatat 39,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023, atau lebih rendah dibandingkan negara-negara lain.
Porsi kepemilikan utang pemerintah oleh non residen juga turun tajam dari sekitar 38,6% pada akhir 2019 menjadi sekitar 14,4% pada akhir 2022 dan tetap berada pada tingkat yang rendah sejak saat itu.
Hal ini telah mengurangi risiko roll-over namun juga memperketat hubungan antara bank pemerintah dan bank umum, tulis IMF dalam laporannya.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, IMF memandang bahwa Indonesia memiliki perekonomian yang kuat. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan mencapai 5,0% dan akan mencapai 5,1% pada tahun 2024 dan dalam jangka menengah.
Tidak hanya itu, IMF menilai bahwa di tengah kondisi lingkungan eksternal yang menantang, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah telah menurunkan inflasi sambil mempertahankan pertumbuhan kredit untuk mendukung perekonomian.
Di sisi yang lain, utang rumah tangga terhadap PDB tetap rendah meskipun telah pulih dari penurunan di era pandemi, dan tingkat pengangguran telah menurun.
Namun, dengan pertumbuhan pendapatan yang lemah dan peningkatan informalitas pasca pandemi yang terus berlanjut, guncangan yang parah yang menyebabkan peningkatan pengangguran dapat merusak kapasitas rumah tangga untuk membayar utang, katanya.
Pemerintah Indonesia secara bertahap juga mengejar agenda de-karbonisasi yang ambisius yang membutuhkan manajemen risiko transisi yang cermat.
IMF menyebut, selama fase transisi energi, batubara diperkirakan akan tetap menjadi sumber energi yang penting, termasuk dengan adanya ekspansi lebih lanjut dalam pembangkitan off-grid untuk memenuhi kebutuhan operasi hilirisasi di lokasi-lokasi terpencil.
Eksposur sektor perbankan terhadap investasi semacam itu dapat menimbulkan risiko transisi, katanya.