Jakarta – Polemik tunjangan dan fasilitas DPR kembali mengemuka setelah sorotan publik tertuju pada komponen PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, skema ini membuat pajak penghasilan anggota dewan tidak dibayar dari kantong pribadi, melainkan dari kas negara. Di tengah kondisi masyarakat yang terhimpit oleh kenaikan harga pangan, transportasi, hingga biaya hunian, isu ini dinilai mencederai rasa keadilan fiskal.
Di saat yang sama, masyarakat menghadapi tekanan daya beli akibat harga pangan, transportasi, dan biaya hunian yang merangkak naik. Ketegangan empati fiskal pun tak terhindarkan ketika kantong rakyat kian sempit, mengapa pajak pribadi pejabat harus ikut dibiayai rakyat?, kata Achmad dikutip dari keterangannya, Kamis (21/8/2025).
Achmad mengatakan jika skema pajak ditanggung pemerintah dihapus, potensi penghematan APBN cukup signifikan. Untuk komponen “tunjangan PPh 21” sebesar Rp 2,699 juta per anggota DPR per bulan, negara bisa menghemat sekitar Rp18,79 miliar per tahun. Jumlah ini memang relatif kecil secara makro, tetapi besar secara simbolik karena menyangkut keadilan.