Jakarta – Ketidakpastian politik dan ekonomi belakangan ini membuat banyak masyarakat kesulitan menjaga kondisi keuangan. Ricuhnya aksi di DPR misalnya, bukan hanya memukul pekerja harian, tetapi juga memperlihatkan rapuhnya daya tahan finansial sebagian besar keluarga Indonesia.
Menurut Perencana Keuangan sekaligus Founder One Shildt dan CEO Cerdas Keuangan, Mohamad Andoko, kerentanan itu muncul bukan semata karena penghasilan rendah, melainkan pola belanja masyarakat yang salah arah.
“Masalah klasik masyarakat kita itu overspending, less saving. Belanjanya kebanyakan, tabungannya sedikit bahkan nol. Begitu ada guncangan, mereka langsung rapuh karena tidak punya bantalan keuangan,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan www.wmhg.org, ditulis Selasa (2/9/2025).
Andoko menilai, banyak orang tidak bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Akibatnya, pengeluaran lebih banyak untuk gaya hidup dibanding kebutuhan pokok.
“Kebutuhan itu sesuatu yang dibayar untuk hidup. Keinginan itu untuk gaya hidup. Kalau gaya hidupnya berlebihan, secara keuangan artinya defisit. Nah, kalau defisit, biasanya ditutup dengan utang—mulai dari kartu kredit, paylater, sampai pinjol,” jelasnya.