wmhg.org – JAKARTA. Dalam upaya untuk menantang dominasi militer Amerika Serikat, Rusia dan China semakin mempererat kerja sama militer mereka.
Latihan militer besar-besaran yang dilakukan pada hari Selasa di Laut Jepang, menjadi sinyal kuat bahwa kedua kekuatan tersebut siap menghadapi pengaruh AS di panggung global.
Latihan Militer Ocean-24: Skala Besar di Berbagai Wilayah
Latihan militer yang dinamakan Ocean-24 mencakup operasi di Samudra Pasifik, Samudra Arktik, Laut Mediterania, Laut Kaspia, dan Laut Baltik. Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, latihan ini melibatkan lebih dari 400 kapal perang, kapal selam, dan kapal pendukung, serta lebih dari 120 pesawat dan helikopter.
Sekitar 90.000 tentara turut serta dalam latihan ini, menjadikannya salah satu operasi gabungan terbesar yang pernah dilakukan oleh kedua negara.
Kementerian Pertahanan China menyatakan bahwa latihan ini bertujuan untuk memperdalam tingkat kerja sama strategis antara militer China dan Rusia, serta meningkatkan kemampuan kedua negara dalam menangani ancaman keamanan bersama. Pernyataan ini menegaskan pentingnya latihan dalam memperkuat hubungan militer antara kedua negara.
Sejak itu, China telah memberikan dukungan diplomatik dan ekonomi penting kepada Rusia, terutama di tengah isolasi internasional yang dihadapi Rusia akibat invasi tersebut.
Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan Indo-Pasifik, seperti Jepang dan Korea Selatan, memiliki kehadiran militer yang signifikan di wilayah ini.
Latihan militer yang dilakukan di Laut Jepang dan Laut Okhotsk oleh Rusia dan China menjadi sorotan, mengingat kedua negara juga memiliki sengketa wilayah dengan Jepang. Selain itu, China juga terus mengancam Taiwan, yang berpotensi memicu konflik dengan Amerika Serikat.
Potensi Konflik dan Persaingan Kekuatan Besar
Kerjasama militer antara Rusia dan China dianggap oleh beberapa ahli sebagai tantangan serius bagi Barat.
Kekuatan gabungan kedua negara ini berpotensi menghadirkan ancaman yang belum pernah dihadapi Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir, terutama dengan fokus militer AS yang sebelumnya lebih terpusat pada perang melawan kelompok-kelompok militan di Timur Tengah.
Dalam sebuah laporan tahun lalu, Komisi Kongres untuk Postur Strategis Amerika Serikat mendesak Pentagon untuk segera meninjau ulang strategi militernya, agar dapat menghadapi kemungkinan konflik dengan kedua negara besar ini secara bersamaan.
Namun, beberapa analis juga menunjukkan adanya ketegangan di balik kemitraan Rusia-China. Meskipun hubungan mereka semakin erat, Rusia telah menjadi mitra junior bagi China dan semakin bergantung pada dukungan ekonomi dan diplomatik dari Beijing.
China sendiri kemungkinan memanfaatkan situasi di Ukraina untuk kepentingannya, yakni mengalihkan perhatian Barat sembari mempersiapkan kemungkinan serangan terhadap Taiwan.