wmhg.org – Ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia kian memprihatinkan. Di tengah petani yang berjuang mempertahankan tanah mereka, sebagian besar lahan justru dikuasai oleh korporasi.
Ketimpangan ini tak hanya memicu ketidakadilan, tetapi juga memperbesar konflik agraria yang terus meluas.
Tanah dalam skala besar disebut justru dikuasai korporasi perkebunan, perusahaan kehutanan, pengembang properti, hingga perusahaan tambang.
Padahal padat yang sama, tanah dalam skala besar masih dikuasai korporasi perkebunan maupun kehutanan serta perusahaan pengembang dan perusahaan tambang, ujar Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih dalam virtual konferensi pers, Kamis (18/9/2025).
Data Ketimpangan Agraria
Indeks ketimpangan agraria mencapai 0,68 menurut BPS, dan 0,58 menurut BPN.75 persen lahan Indonesia dikuasai oleh 1 persen penduduk.25 persen lahan sisanya dibagi oleh 99 persen rakyat Indonesia.118 kepala keluarga petani mengalami konflik agraria, dengan total lahan yang disengketakan mencapai 537 ribu hektare.
SPI mencatat, sebagian besar konflik agraria melibatkan perusahaan perkebunan, kehutanan, dan tambang. Data ini juga diperkuat laporan dari Komnas HAM dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Henry menegaskan, solusi dari berbagai persoalan agraria terletak pada pelaksanaan reforma agraria yang menyeluruh.
Menurutnya, jika pemerintah serius menjalankan reforma agraria, bukan hanya masalah ketimpangan lahan yang terselesaikan, tetapi juga program pembangunan seperti penyediaan tiga juta rumah bagi masyarakat dapat terlaksana lebih mudah.
Menurut kita, program 3 juta rumah yang sekarang dibuat oleh pemerintah itu akan gampang dilaksanakan kalau reforma agraria dilaksanakan. Baik itu reforma agraria terutama masyarakat pedesaan dan perkotaan,” jelasnya.
Reporter: Maylaffayza Adinda Hollaoena