wmhg.org – Bangkai Kapal KMP Tunu Pratama Jaya hingga saat ini belum ditemukan. Kapal nahas tersebut masih berada di dalam laut Selat Bali setelah tenggelam 5 hari yang lalu.
Kini TNI AL terus melakukan identifikasi keberadaan kapal yang terakhir kali digunakan menyebrang dari Pelabuhan Ketapang ke Gilimanuk tersebut.
Menurut Panglima Komando Armada II TNI AL, Laksamana Muda TNI I Gung Putu Alit Jaya, hasil indentifikasi personel KRI Finaldo bersama Tim Pushidrosal melakukan survei di lokasi duga keberadaan kapal.
Untuk menyakinkan kembali fix datum mengunakan scan sonar. Di titik duga itu, kami temukan kerasan dengan ketinggian batuan pada di hari pertama, ujar Putu.
Ia berujar bahwa pendeteksian tersebut dilakukan di empat titik dugaan lokasi kapal hilang kontak, bahkan harus mengunakan megnetumeter.
Untuk mendeteksi benda magnet atau logam di bawah laut. Selama dua hari kami lakukan deteksi di titik duga hilang kontak kapal tersebut, kami belum menemukan kapal tersebut ada di sana, kata Alit.
Alit mengatakan kondisi arus di Selat Bali memang cukup unik dan dominan mengarah ke selatan, sehingga diperlukan analisa lebih mendalam.
Meski kecepatan arus mencapai 4 not, apabila ada benda yang terlempar pasti melebihi kecepatan arus itu, ujarnya.
Dugaan ini karena ditemukannya sejumlah korban yang rata-rata mengapung di sebelah selatan dari titik duga lokasi kapal tenggelam.
Maka kami akan memperluas deteksi di arah selatan. Kami juga terjunkan ROV, semoga bisa mendapatkan hasil memuaskan, ungkap Alit.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Syaiful Huda mendesak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menginvestigasi penyebab tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali.
Menurutnya satu nyawa sangatlah berharga dan harus menjadi bahan evaluasi berbagai pihak terutama kemenhub dalam hal perlindungan penumpang transportasi laut.
Satu nyawa sangatlah berharga. Hilangnya 6 nyawa dan 27 korban belum ditemukan dalam insiden ini menjadi bukti bahwa perlindungan terhadap penumpang kapal masih lemah. Investigasi menyeluruh harus dilakukan untuk mengungkap penyebab pasti kejadian ini, ujar Huda dalam keterangannya, Senin (7/7/2025).
Selain itu pentingnya evaluasi sistem izin pelayaran juga perlu dilakukan evaluasi terutama dokumen Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang menjadi syarat mutlak kapal untuk dapat beroperasi.
Hal ini karena berkaca pada kasus KMP Tunu Pratama Jaya, ada dugaan kelalaian yang menyebabkan kapal tersebut tenggelam.