Jakarta – Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menilai, respons perbankan terhadap penyesuaian suku bunga kredit biasanya memerlukan waktu 1 hingga 2 kuartal.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur biaya dana di tiap bank serta intensitas kompetisi pasar. Namun, Josua menuturkan, penurunan suku bunga acuan yang diikuti oleh penurunan suku bunga dasar kredit (TBP) secara simultan berpotensi mempercepat penurunan biaya dana perbankan.
Meski demikian, ia menekankan bahwa efektivitas transmisi tersebut sangat tergantung pada permintaan kredit dari sektor riil. Jika pelaku usaha masih bersikap wait-and-see akibat ketidakpastian global atau pemulihan konsumsi belum optimal, maka kredit tetap berpotensi stagnan meski bunga telah lebih murah.
Efektivitasnya akan sangat tergantung pada kondisi permintaan kredit di sektor riil, ujar Josua kepada www.wmhg.org, Jumat (30/5/2025).
Di sisi lain, Josua juga menyoroti kondisi suku bunga simpanan perbankan yang kini berada di bawah tingkat inflasi. TBP bank umum saat ini tercatat sebesar 4,25%, sementara inflasi tahunan Mei 2025 berada di kisaran 2,7% year-on-year (yoy).
Kondisi ini membuka potensi pergeseran dana masyarakat ke instrumen investasi non-penjaminan seperti reksa dana pasar uang, Surat Berharga Negara (SBN) ritel, atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi dan bersifat likuid. Ada potensi pergeseran dana ke instrumen non-penjaminan seperti reksa dana pasar uang, SBN ritel, atau SRBI yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi dan bersifat likuid, ujarnya.