Jakarta – Peringatan Hari Ibu setiap 22 Desember menjadi momentum untuk kembali melihat peran penting perempuan, tak hanya dalam keluarga, tetapi juga di tengah masyarakat. Di Bali, semangat itu tercermin dari kiprah para ibu yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Sari Amerta Giri, Desa Wanagiri, Buleleng. Melalui kebersamaan, mereka membuktikan bahwa perempuan mampu tumbuh, berdaya, dan menggerakkan usaha produktif.
Desa Wanagiri dikenal sebagai kawasan dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 800 hingga 1.200 meter di atas permukaan laut. Kondisi geografis tersebut membuat wilayah ini sangat ideal untuk pengembangan kopi. Melihat potensi alam yang dimiliki desanya, Ketua KWT Sari Amerta Giri, Ni Nyoman Budiani, memilih kopi sebagai komoditas utama yang dikembangkan bersama anggota kelompok.
BACA JUGA:Awas Penipuan, Ini Tips Aman Bertransaksi Perbankan dari BRI Selama Nataru
BACA JUGA:Libur Nataru Tetap Lancar, BRI Siapkan Layanan Transaksi Digital hingga Agen BRILink
“Kopi dipilih karena potensi unggulan Desa Wanagiri. Di desa saya ini, ada jenis kopi robusta dan arabika. Jadi, karena potensi bahan baku saat itu, kami coba dulu pengolahan kopi robusta, lalu arabika,” ceritanya.
Perempuan yang akrab disapa Ani ini menuturkan, selain kopi bubuk, KWT Sari Amerta Giri juga mengembangkan beragam produk olahan lainnya. Mulai dari ekstrak jahe, jamu kunyit asam, aneka keripik, hingga roti berbahan dasar talas. Inovasi terus dilakukan dengan menghadirkan produk unik seperti dodol kopi dan minuman fermentasi kopi yang dikenal sebagai wine kopi.
KWT Sari Amerta Giri lahir dari kesamaan latar belakang para perempuan Desa Wanagiri yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Pada awal berdiri, kelompok ini hanya beranggotakan 12 orang dengan kemampuan dan pengalaman yang beragam, baik dari sisi pendidikan, cara berpikir, maupun pengetahuan usaha. Namun, semangat kebersamaan sebagai sesama petani dan perempuan menjadi kekuatan utama untuk melangkah bersama.
Di masa awal menjalankan usaha, tantangan yang dihadapi tak hanya soal keterbatasan modal, tetapi juga minimnya pengetahuan terkait pengembangan usaha kopi. Menurut Ani, saat itu kelompok sudah terbentuk, namun belum mendapatkan pendampingan yang memadai, baik dari sisi pengolahan maupun pemasaran produk. Di sisi lain, perempuan desa juga masih sering dipandang sebelah mata.
Alih-alih menyerah, Ani justru menjadikan kondisi tersebut sebagai pemicu untuk terus bergerak maju. Ia aktif membawa nama Desa Wanagiri ke berbagai kesempatan, sekaligus memperkenalkan potensi kopi arabika asal Buleleng ke khalayak yang lebih luas.
/2025/09/17/1992289456.jpg)
/2025/05/05/294792947.jpg)
/2025/10/03/437355831.jpg)
/2025/09/18/1600673805.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5453948/original/009535500_1766543137-WhatsApp_Image_2025-12-23_at_16.52.32.jpeg)

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5452729/original/052160600_1766455815-IMG-20251223-WA0002.jpg)




:strip_icc()/kly-media-production/medias/2832426/original/059440700_1560940276-20190619-Rupiah-Menguat-di-Level-Rp14.264-per-Dolar-AS1.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/4951810/original/086727300_1727167419-publikasi_1709802129_65e9829134bc6.jpeg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5453779/original/061508200_1766495151-1000187302.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5453669/original/014662500_1766485438-menkref2.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5453676/original/068010900_1766486061-menkref.jpg)