Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, alasan mengapa penurunan suku bunga acuan BI Rate belum diikuti oleh turunnya suku bunga perbankan secara signifikan. Padahal, sejak tahun lalu, BI sudah memangkas suku bunga acuan sebanyak enam kali.
Menurut Perry, penurunan suku bunga BIÂ (BI Rate) sebenarnya sudah berdampak pada pasar uang. Suku bunga Surat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tercatat menurun, begitu pula dengan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN). Namun, transmisi ke suku bunga deposito dan kredit perbankan masih berlangsung lambat.
Perry mencatat dana deposan besar tersebut mencapai Rp 2.380,4 triliun. Kondisi ini membuat bank masih harus menjaga tingkat bunga deposito untuk mempertahankan likuiditas.
Mengapa suku bunga deposito belum turun karena salah satu faktornya adanya special rate pada deposan besar yang 25 persen dari total DPK perbankan yang jumlahnya sekitar Rp 2.380,4 triliun, kata Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG September 2025, Rabu (17/9/2025).
Perry menuturkan, keberadaan special rate untuk deposan besar menjadi faktor utama mengapa suku bunga deposito sulit turun signifikan. Data BI menunjukkan, sepanjang 2025, suku bunga deposito satu bulan baru turun sekitar 16 basis poin.
Lambatnya penurunan bunga deposito turut berdampak pada suku bunga kredit perbankan. Hingga kini, suku bunga kredit baru mengalami penurunan sekitar 7 basis poin.
Sehingga kenapa suku bunga deposito satu bulan itu baru turun 16 basis poin selama tahun 2025 dan juga tentu saja membuat suku bunga perbankan berjalan lebih lambat. Suku bunga kredit perbankan baru turun sebesar 7 basis poin, ujarnya.
Menurutnya, dengan kondisi tersebut, kecepatan penurunan suku bunga kredit masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dikejar agar manfaat kebijakan moneter bisa lebih optimal dirasakan masyarakat dan dunia usaha.