Jakarta – Permasalahan utang kini menghantui masyarakat Amerika di semua lapisan pendapatan. Beban kartu kredit yang terus menanjak membuat banyak orang kesulitan membayar, termasuk mereka yang memiliki penghasilan tinggi.
Dikutip dari CNBC, Minggu (31/8/2025), data Federal Reserve Bank of New York, total utang kartu kredit mencapai USD 1,21 triliun pada kuartal II 2025, naik 2,3% dari kuartal sebelumnya dan mendekati rekor tertinggi tahun lalu.
CEO National Foundation for Credit Counseling (NFCC) Mike Croxson menekankan, masalah utama bukan sekadar besar kecilnya pendapatan, melainkan besarnya beban bunga
.“Ketika bunga yang harus dibayar melampaui kemampuan konsumen, itulah titik kritis yang menjerumuskan mereka dalam masalah,” ujarnya.
Survei Harris Poll untuk NFCC terhadap lebih dari 2.000 responden dewasa menunjukkan tren mengkhawatirkan:
13% responden pada Agustus 2025 hanya membayar di bawah jumlah minimum tagihan kartu kredit, naik dari 8% pada musim semi. Sebanyak 8% responden mengonsolidasikan utang kartu kredit ke pinjaman pribadi, dua kali lipat dari survei sebelumnya.
Perilaku negatif ini terlihat merata, baik pada responden berpenghasilan di bawah $50.000 maupun mereka yang berpenghasilan di atas USD 100.000 per tahun.
Kathy Steinberg, VP Harris Poll, mencatat bahwa bahkan rumah tangga berpendapatan tinggi mulai khawatir. Sekitar 30% responden kaya kini lebih cemas tidak punya cukup dana untuk pengeluaran darurat, dan 20% di antaranya khawatir gagal membayar utang tepat waktu.