Jakarta – Kinerja sektor properti residensial di Indonesia menunjukkan tren perlambatan pada triwulan II 2025. Data dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mencatat penjualan rumah di pasar primer turun 3,80% (yoy).
Penjualan properti residensial terkontraksi sebesar 3,80% (yoy), setelah tumbuh sebesar 0,73% (yoy) pada triwulan I 2025. Perkembangan ini dipengaruhi oleh penjualan rumah tipe kecil yang tumbuh 6,70% (yoy), melambat dari 23,75% (yoy) pada triwulan sebelumnya, kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso, dalam laporan SUrvei Harga Properti Residensial Bank Indonesia, Jumat (8/8/2025).
Bank Indonesia mencatat lima penghambat utama yang terus membayangi pertumbuhan sektor properti residensial. Masalah pertama adalah kenaikan harga bahan bangunan yang disebut oleh 19,97% responden survei. Harga material seperti semen, baja ringan, dan bahan baku lainnya kian memberatkan biaya konstruksi.
Masalah kedua datang dari sisi perizinan dan birokrasi. Sebanyak 15,13% responden menyatakan bahwa proses administrasi pembangunan masih lambat dan menyulitkan, terutama di daerah. Ini berdampak langsung pada kecepatan realisasi proyek dan daya saing pengembang.
Faktor ketiga dan keempat adalah suku bunga KPR yang masih relatif tinggi (15,00%) dan proporsi uang muka yang berat bagi konsumen (11,38%). Kondisi ini membuat banyak calon pembeli menunda keputusan untuk membeli rumah, terutama di kalangan milenial dan keluarga muda.
Artikel Penjualan Rumah Merosot, Ini Sederet Biang Keroknya menyita perhatian pembaca di Kanal Bisnis www.wmhg.org. Ingin tahu artikel terpopuler lainnya di kanal Bisnis www.wmhg.org? Berikut tiga artikel terpopuler di Kanal Bisnis www.wmhg.org yang dirangkum pada Sabtu, (9/8/2025):