Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2025 untuk lulusan universitas masih cukup tinggi, yakni sebesar 5,25 persen. Sementara itu, lulusan diploma I/II/III memiliki TPT sebesar 4,83 persen.
Tak hanya pengangguran terbuka, angka setengah pengangguran juga menjadi sorotan, dengan tingkat nasional tercatat di angka 5,03 persen, dan lulusan diploma menyumbang 4,01 persen.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Nailul Huda, menilai persoalan utama terletak pada minimnya ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan latar belakang pendidikan tinggi.
Yang paling utama adalah ketersediaan lapangan pekerjaan di Indonesia masih sangat kurang di mana relatif tidak ada investasi dalam skala besar yang masuk ke Indonesia, kata Nailul kepada www.wmhg.org, Jumat (30/5/2025).
Ia menambahkan, investasi dari perusahaan global yang biasanya menyerap tenaga kerja dengan pendidikan tinggi seperti lulusan sarjana atau SIÂ hingga S3, juga belum terlihat signifikan. Justru, menurut Huda, perusahaan yang datang ke Indonesia kebanyakan bergerak di sektor pertambangan dan turunannya, yang umumnya tidak memerlukan tenaga kerja dengan pendidikan tinggi.
Yang datang ke Indonesia banyak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan ataupun turunannya di mana pekerjaan yang dibutuhkan tidak perlu level S1 apalagi S2. Pun dengan jenis pekerjaan level S1 dan S2 diisi oleh pekerja dari negara asalnya, ujarnya.
Akibatnya, lulusan perguruan tinggi harus bersaing dengan lulusan pendidikan yang lebih rendah untuk pekerjaan yang tersedia, yang tentu berdampak pada upah yang lebih rendah.