Jakarta – Saham raksasa properti China Evergrande resmi dikeluarkan dari bursa Hong Kong pada Senin, 25 Agustus 2025 dan mengakhiri perjalanan perdagangan yang sudah berjalan selama lebih dari 16 tahun.
Langkah ini menjadi catatan kelam bagi perusahaan real estat yang pernah menjadi terbesar di China dengan valuasi pasar mencapai lebih dari USD 50 miliar (£37,1 miliar/Rp 813 triliun, estimasi kurs Rp 16.200/USD), sebelum akhirnya tumbang karena lilitan utang yang sangat besar.
Para analis menilai, pencabutan tersebut merupakan langkah yang tak terelakkan dan bersifat final.
Sekali dihapus dari daftar, tidak ada jalan kembali, kata Direktur Tiongkok di konsultan risiko politik Eurasia Group, Dan Wang, seperti dikutip dari BBC, Senin (25/8/2025).
Kini, Evergrande dikenal sebagai simbol krisis yang selama bertahun-tahun membebani perekonomian terbesar kedua di dunia.
Apa yang terjadi dengan Evergrande?
Beberapa tahun lalu, Evergrande Group masih dipandang sebagai simbol keajaiban ekonomi China. Pendiri sekaligus ketuanya, Hui Ka Yan, berhasil meniti jalan dari kehidupan sederhana di pedesaan hingga menjadi orang terkaya di Asia versi Forbes pada 2017.
Namun, kekayaannya yang pernah mencapai sekitar USD 45 miliar atau sekitar Rp 731,8 triliun kini menyusut drastis menjadi kurang dari satu miliar. Kejatuhan pribadi Hui sama dramatisnya dengan runtuhnya kerajaan bisnis yang ia bangun.