Jakarta Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib menyoroti potensi krisis kepercayaan di sektor fintech peer-to-peer (P2P) lending menyusul temuan mengejutkan mengenai salah satu pemain besar di industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
Platform tersebut tercatat menyalurkan pinjaman hingga Rp178,3 miliar hanya kepada enam peminjam (borrower), jauh melampaui batas maksimum pinjaman individu sebesar Rp2 miliar sebagaimana diatur dalam POJK No. 10 Tahun 2022.
Masalah tidak berhenti pada pelanggaran batas pinjaman. Data menunjukkan bahwa Tingkat Wanprestasi 90 Hari (TWP90) Akseleran mencapai 57,6%, yang berarti lebih dari separuh pinjaman telah menunggak lebih dari tiga bulan.
Sementara itu, Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) hanya 13,42%, mengindikasikan potensi gagal bayar yang tinggi dan lemahnya sistem mitigasi risiko. ujar Labib politisi golkar
Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, menilai persoalan ini tidak semata soal kepatuhan hukum, tetapi juga menyangkut praktik pemasaran yang menyesatkan, terutama oleh para influencer keuangan di media sosial.
“Publik disuguhi narasi bahwa investasi di peer-to-peer (P2P) lending aman karena diasuransikan, padahal kenyataannya risiko tetap ditanggung Lender atau investor. Bahkan asuransi hanya menutup sebagian kecil, dan tidak selalu berhasil diklaim,” tegas Labib.