Jakarta Harga ayam pedaging ras (broiler) hidup atau livebird di tingkat peternak saat ini masih berada di bawah harga ayam acuan pembelian (HAP) maupun harga pokok produksi (HPP). Sehingga membuat peternak terpaksa menjual ayamnya lebih murah dari modal yang dikeluarkan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Muhlis Wahyudi mengatakan, kejatuhan harga ayam livebird sebenarnya jadi fenomena yang terus berulang tiap tahun. Pada tahun lalu, itu terjadi di periode Juli-September 2024 pasca Lebaran Haji.
Tahun ini, memang produksi bibit atau DOC (Day Old Chick) ayam pedaging yang kita pelihara di kandang, memang atas dasar importasi GPS, grand parent stock, neneknya, menetaskan induknya yang kita pelihara dan kita makan, memang banyak, terangnya kepada www.wmhg.org, Selasa (29/4/2025).
Muhlis menyampaikan, pada 2023 jumlah importasi GPS sekitar 680 ribu ekor, lebih banyak 40 ribu dari tahun sebelumnya sebesar 640 ribu ekor. Penambahan jumlah indukan ini membuat jumlah ayam livebird selevel cucu melonjak hingga oversupply.
Makanya produksi tahun 2023 berarti nanti cucunya, yang kita pelihara di 2 tahun berikutnya, 2025, memang dengan kelebihan importasi GPS dan perbaikan genetik, sehingga produktivitasnya kan nambah. Jumlahnya nambah, produktivitasnya juga nambah, ungkapnya.
Harapan di Program MBG
Memitigasi kelebihan pasok ini, Muhlis dan peternak ayam lainnya menaruh harapan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program milik Presiden Prabowo Subianto tersebut diharapkan bisa bantu menyerap jumlah ayam yang semakin menumpuk di kandang.
Karena asumsinya dengan kelebihan produksinya, plus minus per minggu sekitar 10-15 persen (lebih besar) dibanding tahun kemarin, itu bisa ditampung di program Makan Bergizi Gratis, kata dia.
Sayangnya, program MBG belum bisa membantu proses penyerapan ayam pedaging ras di tingkat peternak. Tapi realitanya, sudah berproduksi, penyerapannya tidak maksimal. Karena MBG sendiri sampai sekarang belum maksimal juga, imbuhnya.