Jakarta Ekonomi Indonesia menunjukkan awal pemulihan yang positif pada 2025, ditandai dengan pertumbuhan sektor informal yang lebih kuat dibandingkan sektor formal.
Chief Indonesia and India Economist HSBC Global Investment Research, Pranjul Bhandari, menyebut momentum ini dapat menjadi dasar pertumbuhan yang lebih tinggi, namun mengingatkan pentingnya dorongan investasi korporasi serta reformasi struktural untuk menjaga keberlanjutan.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat melambat pasca pandemi akibat kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang ketat, serta ketidakpastian dari eksternal, seperti kenaikan suku bunga global dan harga komoditas. Namun kini, dengan pelonggaran kebijakan fiskal dan moneter sepanjang 2025, tanda-tanda pemulihan mulai terlihat.
“Kami melihat sektor informal mulai membaik pada 2025. Inflasi yang turun meningkatkan daya beli masyarakat luas, terutama konsumen sensitif harga. Produksi dan upah pertanian juga membaik berkat curah hujan yang mendukung,” ujar Pranjul dalam konferensi pers, Jumat (8/8/2025).
Data pertumbuhan kuartal II/2025 menjadi sinyal awal dari perbaikan tersebut. Pertumbuhan ekonomi tercatat 5,1 persen, meningkat dari 4,9 persen pada kuartal sebelumnya. Pranjul menilai pertumbuhan tersebut banyak disumbang oleh konsumsi swasta yang tetap solid, serta peningkatan belanja pemerintah yang mendorong investasi.
Meski demikian, ia menekankan bahwa angka ini belum cukup untuk menutup kesenjangan output. Untuk mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi dan berkelanjutan, Pranjul menilai Indonesia perlu memacu investasi korporasi yang saat ini masih lemah meskipun dana tersedia.
“Kita melihat perusahaan menyimpan banyak dana, tetapi belum berinvestasi. Agar ekonomi tumbuh dan menciptakan lapangan kerja bergaji tinggi, investasi korporasi harus naik,” katanya.