Jakarta – Aturan baru sedang disiapkan pemerintah yang mewajibkan platform e-commerce untuk memungut dan menyetorkan pajak dari pendapatan para penjual yang bertransaksi di platform e-commerce. Langkah pemerintah ini untuk mendongkrak penerimaan negara dan mendorong kesetaraan perlakuan antara toko daring dan toko fisik.
Dalam draf aturan itu, pemerintah akan mewajibkan platform memangkas pajak 0,5% dari pendapatan penjual dengan omzet tahunan antara Rp 500 juta-Rp 4,8 miliar.
Mengutip The Economic Times, Kamis (26/6/2025), kelompok penjual dengan omzet di kisaran itu tergolong dalam kategori UMKM, yang sekarang memang sudah diwajibkan membayar pajak. Akan tetapi, selama ini kewajiban itu dijalankan secara mandiri oleh penjual dan bukan platform.
Dokumen internal turut mengonfirmasi arah kebijakan itu. Di mana, regulasi ini kemungkinan akan diumumkan paling cepat bulan depan, menyusul penurunan penerimaan negara yang cukup signifikan sepanjang tahun ini.
Ini bagian dari upaya untuk menambal kebocoran penerimaan negara, sekaligus mengatur pasar digital yang saat ini tumbuh begitu cepat, ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya karena tidak memiliki wewenang untuk berbicara kepada publik.
Menurut para pelaku industri, regulasi tersebut bakal menambah beban operasional dan administrasi platform, sekaligus memicu eksodus para penjual kecil dari pasar daring.
Di sisi lain, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran dari para operator e-commerce. Menurut sumber yang turut menghadiri pertemuan dengan Direktorat Jenderal Pajak, pihak platform menyampaikan keberatan atas potensi beban administratif tambahan, termasuk kemungkinan terganggunya pengalaman pengguna.
Platform khawatir aturan ini akan menghambat pertumbuhan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung ekosistem digital di Indonesia. Apalagi, UMKM harus menyesuaikan sistem internal agar mampu memotong dan menyetor pajak secara tepat waktu ke negara.
Jika platform tidak bisa menyesuaikan sistem tepat waktu, bisa terjadi kesalahan pelaporan yang justru menimbulkan sanksi,” kata sumber tersebut.