Jakarta – Di balik dominasi Indonesia sebagai pemasok batu bara terbesar di dunia dengan volume ekspor kumulatif mencapai 1,8 miliar ton sepanjang periode 2020-2024, NEXT Indonesia Center menemukan sisi gelap tata kelola komoditas ini yang sarat dengan praktik manipulasi data perdagangan atau trade misinvoicing.
Praktik misinvoicing ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan sebuah skema manipulatif terencana yang menggerus potensi penerimaan negara,” ujar Senior Analyst NEXT Indonesia Center, Sandy Pramuji, Selasa (30/12/2025).
BACA JUGA:Kementerian UMKM Gelar Pameran Siap jadi Jagoan Ekspor, Dihadiri Ribuan Pengunjung
BACA JUGA:Jemput Ekspor Rp 282 Triliun, DHL Buka 2 Service Point di Jawa Timur
BACA JUGA:Kata Penasihat Hukum Terkait Putusan dalam Perkara Dugaan Korupsi LPEI
Hasil analisis NEXT Indonesia Center menunjukkan bahwa negara-negara tujuan utama ekspor batu bara menjadi celah terbesar dalam praktik gelap ini. India, sebagai salah satu mitra dagang utama, teridentifikasi sebagai negara tujuan dengan tingkat manipulasi tertinggi.
“Dalam dua dekade terakhir (2005-2024), akumulasi manipulasi faktur ekspor batu bara Indonesia ke India mencapai angka fantastis, yakni USD 9,7 miliar,” ungkap Sandy.
Menurut Sandy, besarnya angka misinvoicing ekspor batu bara ke India dipicu oleh tiga faktor, yakni volume pengiriman yang luar biasa besar, fleksibilitas berlebih pada spesifikasi kualitas serta kontrak, hingga lemahnya integrasi pengawasan antara rantai produksi dan ekspor.
“Celah ini memungkinkan eksportir batu bara secara sepihak menekan nilai invoice dengan alasan rendahnya kualitas kalori, padahal harga riil yang berlaku di pasar tujuan jauh lebih tinggi. Tanpa mekanisme pengujian kualitas yang ketat dan real-time, otoritas kepabeanan kita sepertinya akan terus terjebak dalam kesulitan untuk memverifikasi nilai ekspor yang sebenarnya,” tegas Sandy.
Praktik misinvoicing berupa under-invoicing (angka ekspor yang dilaporkan lebih kecil dari sesungguhnya) telah terjadi sejak lama, terutama ketika terjadi lonjakan harga komoditas batu bara dunia. Pada tahun 2008 misalnya, saat harga batu bara melambung di kisaran US$180-190 per ton, nilai under-invoicing ekspornya tercatat mencapai US$4,9 miliar.
/2025/09/17/1992289456.jpg)
/2025/10/03/437355831.jpg)
/2025/09/18/1600673805.jpg)
/2025/04/21/1234404100.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5458434/original/093626800_1767079627-IMG-20251230-WA0007.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5458328/original/071972500_1767077571-BBM_Aceh.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/3975025/original/099793100_1648205102-20220325-Harga-emas-pegadaian-naik-ANGGA-1.jpg)

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5458155/original/092863000_1767072029-WhatsApp_Image_2025-12-30_at_09.24.45.jpeg)




:strip_icc()/kly-media-production/medias/5457831/original/061087900_1767059706-04b2abd5-8e52-4017-9f04-51667654d0cd.jpeg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/3181747/original/031242800_1594892569-20200716-Rupiah-4.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/3545720/original/056823400_1629425275-059440700_1560940276-20190619-Rupiah-Menguat-di-Level-Rp14.264-per-Dolar-AS1.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/2849793/original/011745700_1562754395-20190710-Rupiah-Stagnan-Terhadap-Dolar-AS6.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/4013695/original/083702900_1651632388-000_329D9V2.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/976573/original/043185800_1441279137-harga-emas-5.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/2890385/original/036007700_1566535931-20190823-Harga-Emas-Antam-Turun-Rp-4.000-per-Gram5.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/976572/original/043059500_1441279137-harga-emas-4.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/2375574/original/030742400_1538739776-20181005-Emas-Antam-5.jpg)