Jakarta – Pengamat Kehutanan Petrus Gunarso menyoroti pemberitaan asing soal keterlibatan industri kendaraan rekreasi (RV) Amerika Serikat dalam deforestasi hutan tropis Kalimantan. Ia menilai laporan tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan realitas industri kehutanan di Indonesia.
Menurut dia, istilah deforestasi sering dipakai secara longgar oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional untuk menggambarkan perubahan tutupan lahan, bahkan ketika terjadi alih fungsi dari hutan alam menjadi hutan tanaman industri (HTI).
Deforestasi itu apa? Perubahan tutupan lahan dari hutan ke non-hutan. Kalau dari hutan alam menjadi monokultur, WWF menyebut tetap deforestasi. Tapi kalau ditanam kembali dengan eukaliptus atau akasia, apa itu masih disebut deforestasi? ungkapnya dalam pernyataan tertulis, Sabtu (13/9/2025).
Padahal di Indonesia, enam tahun sudah bisa dipanen. Di Norwegia atau Amerika, butuh 40 tahun baru bisa ditebang. Konteks tropis dan subtropis itu berbeda, tegas Petrus.
Petrus menyoroti temuan Earthsight dan Auriga Nusantara yang menyebut perusahaan RV AS menggunakan kayu lauan dari Kalimantan yang terkait deforestasi.
Dia menilai, kayu tersebut kemungkinan besar berasal dari Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), yaitu hasil tebangan saat pembukaan lahan untuk hutan tanaman industri (HTI).
Itu sebenarnya sisa-sisa dari HTI, sampah yang laku dijual lalu diolah. Legal, karena ada IPK. Tapi digambarkan sangat bombastis, seolah-olah hutan alam ditebang habis-habisan untuk pasok Amerika. Padahal kenyataannya tidak begitu, serunya.