Jakarta – Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, menilai tingginya angka pengangguran terdidik menunjukkan adanya mismatch yang serius. Hal ini seiring TPT S1 mencapai 6,23%; diploma dan 4,84%.
Data BPS Februari 2025 menunjukan banyak lulusan tidak memiliki kompetensi teknis dan soft skills yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Achmad pun bertanya-tanya mengapa lulusan sarjana dan magister justru mendominasi angka pengangguran di negeri yang mengaku sedang bersiap menuju “Indonesia Emas 2045”. Bukankah logikanya, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar pula peluangnya untuk bekerja.
“Namun, justru yang terjadi adalah sebaliknya pemuda berpendidikan tinggi, duduk menganggur. Mereka telah menyelesaikan studi bertahun-tahun, mengantongi gelar akademik, tetapi tak tahu ke mana harus melangkah,” kata Achmad kepada www.wmhg.org, Selasa (27/5/2025).
Dia menuturkan, fenomena ini bukan sekadar anomali statistik. Ia adalah cermin buram dari wajah pembangunan yang timpang. Ketika angka pengangguran umum menurun, justru pengangguran dari kalangan berpendidikan tinggi melonjak. Ini seperti membangun rumah megah tanpa fondasi mengagumkan dari luar, tapi rapuh dari dalam.