Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2025 kembali surplus. Sepanjang Maret 2025, neraca perdagangan surplus USD 4,33 miliar atau naik sebesar USD 1,23 miliar secara bulanan.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan dengan capaian tersebut, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus pada Maret 2025 lebih ditopang oleh surplus dari komoditas non-migas yang sebesar USD 6 miliar. Dengan komoditas penyumbang surplus utama adalah lemak dan minyak hewan nabati atau HS 15, bahan bakar mineral HS 27, serta besi dan baja atau HS 72,” jelas Amalia dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).
Meskipun begitu, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit USD 1,67 miliar dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah.
Pada Maret 2025, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang pada kelompok non-migas dengan beberapa negara dan tiga terbesar di antaranya adalah Amerika Serikat USD 1,98 miliar, India USD 1,04 miliar, dan Filipina USD 0,71 miliar.
“Sementara itu, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara dan tiga defisit yang terbesar adalah Tiongkok USD 1,11 miliar, Australia USD 0,35 miliar, dan Thailand USD 0,195 miliar,” jelas Amalia.
Komoditas Non Migas Penyumbang Surplus
Pertama, dengan Amerika Serikat ini didorong oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya alas kaki HS 64 dan lemak dan minyak hewan nabati HS 15.
Kedua, dengan India, surplus terbesar disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral atau HS 27, kemudian lemak dan minyak hewan nabati HS 15, serta besi dan baja HS 72.
Ketiga, dengan Filipina, ini surplus terbesar dikontribusikan oleh komoditas kendaraan dan bagiannya HS 87, bahan bakar mineral, dan juga lemak dan minyak hewan nabati HS 15.