Jakarta Panen padi perdana yang berhasil dilakukan di Distrik Wanam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, pada Jumat (16/5/2025), pekan lalu membuat banyak pihak terkejut.
Bukan hanya karena hasilnya yang mencapai 2,5–2,8 ton per hektare meskipun baru menggunakan metode tanam sederhana (hambur) tanpa teknologi modern, tetapi karena peristiwa ini telah membantah satu narasi lama yang terlanjur mapan, yakni bahwa Papua bukan kawasan pertanian.
Pengamat ekonomi dan kebijakan publik Freesca Syafitri menilai program cetak satu juta hektare sawah di Papua Selatan sebagai proyek nasional yang digagas Presiden Prabowo Subianto itu telah membuka lembaran baru.
Tidak hanya dalam ketahanan pangan nasional, tetapi juga dalam politik pembangunan nasional yang lebih adil secara spasial dan sosial, tutur Freesca saat dihubungi di Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Keberhasilan panen perdana itu tak lepas dari peran besar pengusaha pribumi asal Kalimantan Selatan, Andy Syamsuddin Arsyad atau biasa disapa Haji Isam yang sejak awal berkontribusi sangat banyak mewujudkan gagasan pemerintah menjadikan Papua Selatan sebagai salah satu lumbung pangan di Tanah Air. Pemilik Jhonlin Group itu tahun lalu memesan 2.000 unit ekskavator dari China guna mendukung program cetak satu juta hektare sawah.
Menurut Freesca, keberhasilan panen perdana tersebut mematahkan pesimisme sebagian kalangan bahwa Papua Selatan dapat dijadikan lumbung pangan.