Jakarta – Biaya tarif yang harus ditanggung perusahaan pada tahun ini diperkirakan mencapai USD 1,2 triliun atau setara Rp 19.868 triliun (asumsi kurs Rp 16.556 per dolar AS), dengan sebagian besar beban akan dialihkan kepada konsumen, menurut laporan S&P.
Dalam laporan resmi yang diterbitkan, lembaga tersebut menilai bahwa perkiraan biaya tambahan bagi perusahaan kemungkinan masih tergolong konservatif. Proyeksi itu dihimpun dari data sekitar 15.000 analis sisi penjualan di 9.000 perusahaan yang menjadi kontributor bagi indeks dan riset S&P.
BACA JUGA:Ribuan Warga AS Gelar Aksi “No Kings” Protes Kepemimpinan Trump, Ada Bendera One Piece
BACA JUGA:Sistem Bandara Amerika Diretas! Terdengar Suara Memaki Trump dan Netanyahu
BACA JUGA:Prabowo Berbincang dengan Trump, Minta Bertemu Anaknya?
BACA JUGA:Pidato Trump di Israel Sempat Diinterupsi
“Sumber tekanan triliunan dolar ini sangat luas. Tarif dan hambatan perdagangan bertindak sebagai pajak pada rantai pasokan dan mengalihkan dana ke pemerintah; keterlambatan logistik dan biaya pengiriman memperburuk dampaknya,” kata penulis Daniel Sandberg dalam laporan tersebut, dikutip dari CNBC, Minggu (19/10/2025).
Sejak April, Trump telah menetapkan tarif 10% untuk seluruh barang yang diimpor ke Amerika Serikat serta menambahkan tarif “timbal balik” terhadap puluhan negara lainnya.
Setelahnya, Gedung Putih menjalankan sejumlah negosiasi dan kesepakatan baru, diikuti dengan pengenaan bea masuk untuk sejumlah produk seperti lemari dapur, mobil, dan kayu.
Meski pihak pemerintah menegaskan bahwa eksportir akan menanggung beban tarif yang lebih besar, analisis S&P menyebut hal tersebut hanya berlaku sebagian.