Jakarta Investor kaya di Indonesia mengalokasikan rata-rata 25% portofolio mereka ke emas dan logam mulia pada 2025, tertinggi di Asia Tenggara dan melampaui kenaikan rata-rata global yang hanya +6 poin menurut data HSBC Affluent Investor Snapshot 2025. Angka ini naik signifikan 12 poin dari tahun lalu, sementara porsi kas turun ke 19%.
Dibandingkan negara tetangga, kenaikan emas Malaysia hanya +8 poin, sedangkan India +7 poin dan Singapura +2 poin. Tiongkok dan Taiwan masih lebih konservatif, mempertahankan porsi kas tinggi di 25%, menunjukkan pendekatan berbeda dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Head of Networks Sales and Distribution HSBC Indonesia, Sumirat Gandapraja, menilai lonjakan ini dipengaruhi faktor budaya dan kemampuan membaca tren. Ia menambahkan bahwa perpindahan dana dari kas ke emas adalah fenomena unik di Indonesia.
“Melihat di sini ada kesenangan bahwa Indonesia akhirnya mengurangi porsi cash dan pindahnya mostly ke emas. Itu yang agak berbeda ya. Mungkin ada culture di Indonesia juga, kalau nikah ngasihnya emas, kalau punya uang sedikit beli emas, gitu ya,” katanya dalam acara Media Briefing: Survei HSBC Affluent Investor Snapshot 2025, Senin (15/9/2025).
Meskipun harga emas telah meningkat cukup tinggi, Sumirat menuturkan bukan berarti masyarakat harus terus mengoleksi emas, tetapi diversifikasi tetap harus dilakukan dengan melihat aset lain.
“Di HSBC, kami ingin menasihati masyarakat bahwa meski emas naik cukup tinggi, bukan berarti kita harus terus koleksi emas. Ayo lihat obligasi atau equity yang mulai menarik lagi sekarang. Ini tugas kami untuk memberikan advisory yang baik sesuai risk profile nasabah,” pungkasnya.