Jakarta – Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, menyoroti terkait demo Pati yang berawal dari kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Menurut Achmad, kisruh pajak daerah tak boleh dijawab dengan arogansi kebijakan. Solusinya adalah “renegosiasi kontrak sosial.
“Pemerintah daerah wajib duduk bersama warga, jelaskan kebutuhan fiskal, dan pastikan pajak kembali dalam bentuk layanan publik yang nyata bukan sekadar tagihan,” ujar Achmad dikutip dari keterangannya, Kamis (14/8/2025).
Achmad menilai rencana PBB Pati naik 250% memantik protes besar. Pesannya jelas, yakni ketika pungutan melonjak tanpa janji layanan yang mumpuni, kepercayaan publik retak.
Karena itu, kepemimpinan yang peka dan melayani harus didahulukan bukan menantang warga, melainkan mengajak dialog, mengkaji ulang tarif, dan memberi peta jalan perbaikan layanan,” ujarnya.
Rekomendasi dari Ekonom
Ia pun merekomendasikan beberapa hal terkait kisruh yang disebabkan rencana kenaikan pajak bumi bangunanhingga 250%. Pertama, ia menyarankan agar dihentikan dulu kebijakan yang memberatkan moratorium penyesuaian tarif ekstrem.
Kedua, menggelar forum dengar pendapat yang nyata dengan mengampaikan transparansi detail APBD, prioritas belanja, dan standar layanan minimum yang dijanjikan.
Jika perlu, audit kebijakan pajak dan evaluasi kinerja layanan agar publik melihat “nilai” dari setiap rupiah pajak,” ujarnya.
Namun, intinya pajak merupakan kontrak kepercayaan. Kenaikan boleh dibahas, asal layanan publik naik kualitasnya lebih dulu. Dengan begitu, warga merasa dihargai, pemerintah tetap kredibel, dan konflik sosial bisa dihindari.