Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menganalisis lebih dari 1 juta rekening diduga terkait dengan tindak pidana. Hasilnya, dari 1 juta rekening tersebut, terdapat lebih dari 150 ribu rekening menampung dana hasil tindak pidana atau kejahatan. Ini terungkap dari Analisis ataupun Hasil Pemeriksaan PPATK sejak tahun 2020.
Dari 1 juta rekening tersebut, terdapat lebih dari 150 ribu rekening adalah nominee, dimana rekening tersebut diperoleh dari aktivitas jual beli rekening, peretasan atau hal lainnya secara melawan hukum, yang selanjutnya digunakan untuk menampung dana dari hasil tindak pidana, yang kemudian menjadi menjadi tidak aktif/dormant, dan lebih dari 50.000 rekening tidak ada aktifitas transaksi rekening sebelum teraliri dana ilegal, ujar Koordinator Kelompok Substansi Humas, M. Natsir Kongah dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Selain itu, PPATK menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang tidak pernah dipakai selama lebih dari 3 tahun. Dana bansos sebesar Rp 2,1 triliun hanya mengendap, dari sini terlihat ada indikasi bahwa penyaluran belum tepat sasaran.
Ditemukan juga lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang dinyatakan dormant, dengan total dana mencapai Rp 500 miliar. Padahal secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau.
Dijelaskan pula, PPATK menemukan, banyak rekening tidak aktif (bahkan terdapat lebih dari 140 ribu rekening dormant hingga lebih dari 10 tahun, dengan nilai Rp. 428.612.372.321,00) tanpa ada pembaruan data nasabah. Ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lainnya, yang akan merugikan kepentingan masyarakat atau bahkan perekonomian Indonesia secara umum.
Hal ini jika didiamkan akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi Indonesia, serta merugikan kepentingan pemilik sah dari rekening tersebut, jelas dia.