Jakarta – Pada momentum Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025, buruh Indonesia menekankan beberapa tuntutan untuk para pekerja di dalam negeri, salah satunya mencakup revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, mendesak pencegahan PHK massal, hingga solusi agar tenaga buruh tak tergeser oleh Kecerdasan Buatan (AI).
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan bisa segera dibahas dengan memasukkan perbaikan formulasi upah minimum, hingga hak pekerja di sektor jasa seperti ojek online dan kurir.
Terkait satgas penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau Satgas PHK yang diwacanakan Presiden Prabowo Subianto, Bhima menyarankan, Pemerintah memiliki 5 tugas utama.
(Tugas pertama) mendata perusahaan yang terindikasi akan melakukan efisiensi karyawan. Data ini belum ada,” ungkap Bhima kepada www.wmhg.org di Jakarta, ditulis Jumat (2/5/2025).
Bhima mengatakan, penting untuk mendata korban PHK baik pekerja baik sektor formal maupun informal.
Basis data PHK selama ini kurang valid karena banyak korban PHK dan perusahaan tidak melaporkan kepada kementerian tenaga kerja. Data nya harus berbasis by name by address,” imbuhnya.
Ketiga, penting bagi satgas PHK untuk memastikan seluruh hak pekerja yang terkena PHK dipenuhi oleh perusahaan dan pemerintah, baik sisa gaji, pesangon dan BPJS.
Memfasilitasi secara aktif korban PHK dengan calon perusahaan lain agar langsung diterima kerja, (serta) memberikan stimulus tambahan pada korban PHK misalnya berupa bansos tunai selama masa mencari kerja bisa 4-5 bulan sebesar Rp1-2 juta per bulan,” jelas Bhima.
Selain itu, Bhima menyebut, Pemerintah juga bisa mulai menyelesaikan masalah serapan tenaga kerja dari investasi yang semakin turun.