Jakarta Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa OJK melakukan stress test baik secara berkala maupun sewaktu-waktu industri keuangan.
Hal ini dilakukan untuk melihat dampak dari perubahan kondisi ekonomi, termasuk pengaruh penerapan tarif impor AS dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap perbankan.
Sejauh ini, OJK menilai bahwa rasio permodalan (CAR) perbankan tergolong tinggi dan mampu menyerap potensi peningkatan risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas, kata Dian dikutip dari jawaban tertulisnya, Selasa (29/4/2025).
Selanjutnya, OJK juga mencatat pada Februari 2025, kinerja intermediasi perbankan pun dinilai relatif stabil dengan risiko kredit yang terjaga, tercermin dari rasio kredit bermasalah (NPL) gross sebesar 2,22%, NPL net 0,81%, dan loan at risk (LaR) sebesar 9,77%.
Dari sisi penyaluran kredit, perbankan mencatatkan pertumbuhan dua digit sebesar 10,30% secara tahunan (yoy), meningkat menjadi Rp7.825 triliun. Pertumbuhan tertinggi dicatat oleh Kredit Investasi (14,62%), disusul Kredit Konsumsi (10,31%), dan Kredit Modal Kerja (7,66%).
Peran Bank BUMN
Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit dengan laju 10,93% yoy, sementara dari sisi kategori debitur, kredit korporasi tumbuh pesat sebesar 15,95%, dan kredit UMKM sebesar 2,51%.
Meski demikian, OJK mencermati bahwa ketidakpastian global, termasuk potensi kebijakan tarif tinggi dari pemerintah Amerika Serikat, dapat mengganggu rantai pasok, meningkatkan inflasi global, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.