Jakarta Pengamat Perbankan Josua Pardede, menyarankan lima langkah strategis yang dapat diambil Pemerintah Indonesia untuk merespons kritik Amerika Serikat terkait sistem pembayaran digital QRIS, yang dinilai oleh United States Trade Representative (USTR) sebagai penghambat perdagangan.
Menurut Josua, penting bagi Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan sistem pembayarannya sambil tetap menjaga hubungan diplomatik yang baik dengan Amerika Serikat. Untuk itu, pendekatan strategis dan komunikatif dinilai perlu dikedepankan.
Untuk menjaga kedaulatan sistem pembayaran sembari meredam ketegangan diplomatik dengan AS, Indonesia perlu mengedepankan pendekatan strategis, kata Josua kepada Rabu (30/4/2025).
Pertama, pemerintah disarankan untuk memperkuat dialog teknis dengan pihak AS guna menjelaskan bahwa QRIS bukan sistem yang tertutup, melainkan bersifat inklusif terhadap pemain global yang mampu beradaptasi.
Kedua, Indonesia perlu menegaskan bahwa QRIS justru mendorong interoperabilitas lintas negara melalui inisiatif seperti ASEAN Regional Payment Connectivity (RPC), yang menunjukkan keterbukaan sistem tersebut.
Ketiga, Josua mengusulkan agar pemerintah memberikan kelonggaran terbatas, seperti kemudahan bagi wisatawan asing yang belum memiliki akses QRIS, demi mencegah kesan eksklusivitas.
Keempat, kerja sama antara sistem domestik seperti GPN/QRIS dan jaringan global perlu diperluas, antara lain melalui pengembangan antarmuka pemrograman aplikasi (API) atau standar teknis bersama.
Terakhir, Indonesia dapat mengedepankan narasi bahwa penguatan sistem pembayaran domestik tidak hanya soal efisiensi, tapi juga terkait pengelolaan risiko sistemik dan keamanan nasional, sesuatu yang juga menjadi perhatian negara-negara maju, ujarnya.
Dengan lima langkah ini, Indonesia diyakini dapat mempertahankan QRIS sebagai simbol kedaulatan digital, sekaligus membuka ruang kerja sama yang sehat dengan mitra strategis seperti Amerika Serikat.