Jakarta Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi menyiagakan layanan pertolongan pertama bagi jemaah haji termasuk yang menyandang disabilitas dan lanjut usia (lansia).
Layanan ini disediakan melalui pengaktifan kembali Tim Perlindungan Jemaah dan Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (PKP2JH) dalam operasional haji 1446 H/2025 M.
BACA JUGA:PPIH Siapkan Jasa Dorong Kursi Roda Jemaah Haji Lansia dan Disabilitas, Berapa Tarifnya?
BACA JUGA:Dorong Pembangunan Kota Inklusif, Ketua DPRD Sidoarjo Dukung Audit Aksesibilitas Ruang Publik
Baca Juga
-
Pemerintah Aceh Berikan Insentif Pajak Kendaraan Bermotor bagi Penyandang Disabilitas, Berapa Besar?
-
Antusiasme Penyandang Disabilitas Ikuti Lomba MTQ, Ketum MDI: Ternyata Mereka Punya Potensi Luar Biasa
-
Menbud Fadli Zon Sebut Candi Borobudur Bukan Dipasang Eskalator tapi Chairlift, Apa Bedanya?
Kepala Seksi PKP2JH Daker Makkah, Susilowati mengatakan, tim ini bertugas di sektor khusus Masjidil Haram. Tugasnya antara lain memberikan pertolongan pertama kepada jemaah haji yang mengalami kelelahan dan kecelakaan kecil di Masjidil Haram.
Tugas kami memberikan pertolongan pertama kepada jemaah haji ketika ibadah umrah wajib atau sunah, atau salat di Masjidil Haram. Pertolongan kita berikan kepada mereka yang kelelahan, cedera, atau terhimpit di eskalator, karena berdesakan dalam kerumunan. Atau jemaah tersebut sudah menderita sakit dari Indonesia maupun dari Madinah, kata Susilowati, Rabu (28/5/2025) di Makkah.
Susilowati menambahkan, penanganan pertama kepada jemaah haji yang mengalami luka, cedera, atau kelelahan adalah mengobati mereka dengan obat-obatan dan alat yang tersedia di kotak P3K. Apabila diperlukan, mereka akan dirujuk ke rumah sakit maupun emergency center terdekat di area Masjidil Haram.
Jika jemaah pulih setelah mendapat pertolongan pertama, maka petugas khusus sektor Masjidil Haram akan membantu penyelesaian ibadah tawaf apabila belum sempat menyelesaikannya. Pendampingan penyelesaian tawaf atau sa\’i ini dilakukan dengan cara estafet.
Karena jumlah seksus ini terbatas, maka kita gunakan sistem oper, dari petugas satu ke petugas lainnya, hingga proses ibadah jemaah haji tersebut selesai. Setelah itu kita antarkan ke terminal dan kita pastikan pulang dengan selamat sampai ke hotel, terangnya.
Penerapan sistem penempatan jemaah haji berbasis Syarikah menggantikan sistem kloter membawa sejumlah tantangan. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi terpisahnya pasangan suami-istri, anak dengan orang tua, atau jemaah disabilitas dengan pend…