Jakarta – Para analis memperkirakan bahwa Hong Kong dapat memperoleh keuntungan dalam ekspansinya menjadi pusat kripto global, menyusul tindakan keras regulasi Singapura terhadap perusahaan-perusahaan kripto tanpa izin di kawasan tersebut.
Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh South China Morning Post mengungkapkan bahwa industri web3 di kawasan administratif khusus tersebut dapat melihat lebih banyak migrasi perusahaan kripto, setelah Singapura menutup pintunya bagi pelaku usaha lepas pantai yang beroperasi tanpa izin.
Mengutip Cryptonews, Minggu (6/7/2025) para analis percaya bahwa langkah tersebut bahkan dapat meningkatkan likuiditas bagi sektor kripto Hong Kong.
Ketika Singapura berupaya keras untuk menanggulangi perusahaan kripto tanpa izin hingga batas waktu yang ditetapkan pada 30 Juni 2025, Hong Kong telah membuat kemajuan regulasi untuk lebih memfasilitasi sektor tersebut.
Hal ini paling jelas terlihat dalam RUU Ordonansi Stablecoin terbarunya, yang akan mulai berlaku pada awal Agustus 2025.
Meskipun Hong Kong tidak kalah ketat dalam menegakkan lisensi kripto pada perusahaan yang ingin beroperasi secara lokal dibandingkan dengan Singapura, wakil ketua Asosiasi Web3 Hong Kong Joshua Chu menyoroti pergeseran tren global yang akan mengarah pada sifat selektif dalam memberantas pelaku yang tidak mematuhi aturan.
Halmini berarti bahwa lebih banyak proyek dan platform kripto akan didesak untuk mematuhi peraturan lokal dengan satu atau lain cara jika mereka ingin tetap beroperasi di kawasan tersebut.
Pada akhir tahun 2024, Hong Kong sempat tertinggal dari Singapura dalam hal jumlah lisensi kripto.
Namun, langkah regulasi baru-baru ini telah membawa wilayah administratif khusus tersebut menjadi sorotan karena berupaya untuk lebih mengakomodasi dan mengembangkan industrinya menjadi pusat kripto.