Jakarta – Tensi geopolitik global memanas dengan perang antara Iran dan Israel. Namun, nilai kripto Bitcoin cenderung mampu bertahap di tengah kondisi tersebut.
Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menyampaikan, nilai Bitcoin cenderung tetap bertahan saat terjadi perang dalam beberapa waktu terakhir. Misalnya, konflik Rusia-Ukraina pada 2022, Israel-Gaza pada 2023, dan Iran-Israel 2025 tidak terlalu mengganggu harga Bitcoin.
Konflik geopolitik meningkatkan ekspektasi inflasi global melalui lonjakan belanja fiskal, gangguan rantai pasok, dan kenaikan harga komoditas. Dalam jangka panjang, faktor-faktor ini cenderung menguntungkan Bitcoin,” ungkap Fyqieh dalam keterangannya, dikutip Minggu (22/6/2025).
Misalnya, setelahserangan rudal Israel ke Iran pada 13 Juni 2025, harga BTC sempat turun, tetapi pulih kembali dalam beberapa hari. Bahkan, perusahaan milik Michael Saylor, Strategy, mengakuisisi 10.001 BTC senilai USD 1 miliar pada 16 Juni, menunjukkan keyakinan institusional terhadap prospek jangka panjang aset ini.
Namun, Fyiqeh memperingatkan BTC tetap sensitif terhadap reaksi awal pasar terhadap perang, dengan kemungkinan tekanan jual sesaat setelah konflik pecah. Konflik internal seperti perang Tigray (2020) atau kudeta Myanmar (2021) tidak berdampak signifikan terhadap harga Bitcoin.
Hal ini menunjukkan bahwa dampak terhadap harga lebih ditentukan oleh kedekatan geopolitik dan keterlibatan pasar keuangan global, ucap dia.