Jakarta – Harga Bitcoin mengalami fluktuasi tajam akibat ketegangan ekonomi global yang dipicu oleh kebijakan tarif terbaru mantan Presiden Donald Trump. CEO BlackRock, Larry Fink, memperingatkan kebijakan proteksionisme ini dapat mendorong inflasi tetap tinggi, memperburuk ketidakpastian ekonomi yang sudah ada.
Bitcoin Jatuh, Kemudian Bangkit Lagi
Dalam beberapa hari terakhir, harga Bitcoin sempat anjlok ke level terendah dalam empat bulan, turun di bawah USD 77.000 atau setara Rp 1,26 miliar (asumsi kurs Rp 16.410 per dolar AS sebelum akhirnya pulih ke atas USD 82.000 atau setara Rp 1,34 miliar, menurut data dari Kraken.
Pergerakan ini mencerminkan betapa rentannya mata uang kripto terhadap ketidakstabilan ekonomi global, terutama dalam situasi perang dagang yang kembali memanas.
Saya pikir jika kita semakin bersikap nasionalis dan saya tidak mengatakan itu hal yang buruk itu akan berdampak pada kenaikan inflasi, ujar Larry dalam sebuah konferensi di Houston minggu ini, dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (12/3/2025).
Investor Kripto Panik: Reaksi Pasar
Dampak dari kebijakan perdagangan Trump tidak hanya dirasakan di pasar saham tetapi juga di dunia kripto. Mike Cahill, CEO Douro Labs, kepada TheStreet Crypto mengatakan ketidakpastian global akibat tarif Trump telah memicu aksi jual besar-besaran.
Senada dengan itu, Ben Brauser, penulis Crypto Moments: How Tech Visionaries Disrupted Global Finance, menyatakan perang tarif yang sedang berlangsung menciptakan ketidakpastian besar di pasar global.
Tidak ada negara yang benar-benar aman dari potensi dampak ekonomi. Investor saat ini lebih memilih mengurangi risiko sambil menunggu kepastian lebih lanjut, jelasnya.
Wall Street Juga Terimbas
Bukan hanya Bitcoin yang terdampak, analis Wall Street juga mulai mengkhawatirkan dampak jangka panjang dari ketegangan perdagangan ini.