wmhg.org – JAKARTA. Pelaku industri mencermati pengenaan tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) serta pembahasan perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita buka suara mengenai dampak dua faktor tersebut terhadap industri nasional.
Dalam perkembangan terbaru, Presiden AS Donald Trump menyampaikan telah mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif resiprokal terhadap produk Indonesia, dari semula 32% menjadi 19%.
Menperin Agus Gumiwang mengungkapkan Indonesia memperoleh tarif yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan negara-negara pesaing, yang menjadi modal penting bagi peningkatan daya saing industri.
“Keputusan Amerika untuk menurunkan atau menyesuaikan tarif terhadap sejumlah komoditas ekspor manufaktur Indonesia tentu akan meningkatkan daya saing produk kita di pasar mereka. Ini akan berdampak langsung terhadap industri terutama utilisasi, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan struktur industri nasional, ungkap Agus melalui keterangan tertulis yang disiarkan Rabu (16/7) malam.
Agus menjelaskan, dalam skema rantai produksi, saat ini rasio output sektor manufaktur Indonesia untuk tujuan pasar ekspor dan domestik adalah 20:80. Artinya, permintaan dari pasar domestik masih mendominasi dengan porsi 80%. Sedangkan 20% output produk manufaktur Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor.
Dari 20% output produk manufaktur yang berorientasi ekspor, Agus mengungkapkan nilai ekspor produk Indonesia ke AS mencapai US$ 26,31 miliar sepanjang tahun 2024. Jumlah itu setara dengan 9,94% dari total ekspor Indonesia yang mencapai sebesar US$ 264,70 miliar.
Untuk tingkat utilisasi industri Indonesia pada 2024 tercatat sebesar 65,3%, yang menandakan ruang utilisasi produksi yang bisa ditingkatkan industri lebih tinggi lagi guna merespons permintaan positif pasar ekspor Amerika paska kesepakatan tarif ini, ujar Agus.
Agus menambahkan, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan dengan AS sebesar US$ 14,34 miliar, yang menyumbang 46,2% dari total surplus perdagangan Indonesia pada tahun lalu. Agus pun optimistis, pengumuman kesepakatan tarif impor AS ini akan menggairahkan industri untuk meningkatkan utilisasi produksi.
Terutama utilisasi industri padat karya yang berorientasi ekspor. “Tentunya, hal ini akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja lebih luas lagi pada industri padat karya seperti industri tekstil, produk tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan lainnya,” ungkap Agus.
Menperin juga menyoroti peluang dari perjanjian dagang ekonomi Indonesia dan Uni Eropa (IEU-CEPA) terhadap industri manufaktur, terutama sektor padat karya. Agus bilang, perjanjian dagang ini sangat dinanti oleh pelaku industri karena akan membuka hambatan ekspor yang selama ini dihadapi oleh produk manufaktur Indonesia.
Perjanjian IEU-CEPA ini diyakini yang akan membuka akses pasar ekspor Indonesia ke kawasan Eropa secara lebih luas dan kompetitif.
Perjanjian ini sangat ditunggu-tunggu dan dibutuhkan oleh industri manufaktur saat ini agar agar dapat menjual produknya di pasar Eropa serta meningkatkan daya saing produk manufaktur lebih tinggi lagi dibanding produk serupa dari negara lain,” tambah Agus.
Agus meyakini dua kesepakatan perdagangan ini akan ke depannya akan mendorong ekosistem manufaktur Indonesia lebih kuat dan berdaya saing.
Industri manufaktur nasional juga akan berkontribusi lebih tinggi lagi bagi program industrialiasi Presiden Prabowo guna mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029,” pungkas Agus.
Selanjutnya: DOID Dapat Peringkat Ba3 dari Moody’s Efek Kinerja Kuartal-2025, Prospeknya Masih Oke
Menarik Dibaca: Khusus Kamis! Promo Subway Emoji Deals, 3 Sandwich 6-inch Cuma Rp 100.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News