wmhg.org – JAKARTA. Kebakaran masih menjadi ancaman serius di kawasan permukiman padat.
Data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta menunjukkan, lebih dari 60% kasus kebakaran bangunan sepanjang 2023 disebabkan oleh korsleting listrik.
Fenomena ini tidak hanya mengancam keselamatan jiwa, tetapi juga menimbulkan kerugian material yang besar.
Instalasi Tak Sesuai Standar Jadi Biang Kerok
Salah satu penyebab utama kebakaran adalah instalasi listrik yang tidak sesuai standar.
Banyak bangunan yang tidak dilengkapi perangkat proteksi arus sisa seperti Gawai Proteksi Arus Sisa (GPAS) atau Residual Current Circuit Breaker (RCCB), serta dikerjakan oleh teknisi non-bersertifikat.
Padahal, instalasi listrik yang aman merupakan fondasi utama rumah layak huni.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu menegaskan bahwa keselamatan kelistrikan adalah bagian tak terpisahkan dari kriteria rumah layak, khususnya dalam program pembangunan tiga juta rumah.
Saat ini, ada tiga regulasi utama yang mengatur instalasi listrik rumah tangga:
- Permen ESDM No. 7 Tahun 2021 (standar instalasi)
- Permen ESDM No. 10 Tahun 2021 (keselamatan ketenagalistrikan)
- Permen ESDM No. 12 Tahun 2021 (sertifikasi tenaga teknik dan instalasi)
“Instalasi listrik harus memenuhi ketentuan PUIL (Persyaratan Umum Instalasi Listrik). Jika tidak, potensi bahayanya besar tersengat listrik, kebakaran, hingga kerusakan perangkat,” kata Jisman kepada Kontan.co.id, Kamis (5/6).
GPAS Jadi Proteksi Wajib, Regulasi Disiapkan
Untuk mencegah risiko kebakaran dan sengatan listrik, Kementerian ESDM sedang menyiapkan regulasi baru yang mewajibkan penggunaan GPAS/RCCB dalam instalasi rumah tangga.
Alat ini mendeteksi kebocoran arus dan secara otomatis memutus aliran listrik sebelum membahayakan penghuni.
“GPAS merupakan proteksi dasar terhadap arus bocor. Pemerintah tengah menyiapkan roadmap, target, serta pengawasan penggunaannya,” tambah Jisman.