wmhg.org – Upaya memperkuat ketahanan petani kecil Indonesia dalam menghadapi krisis iklim kini mendapat dorongan baru dengan terbentuknya konsorsium lintas sektor yang melibatkan institusi nasional dan internasional.
Kolaborasi ini terdiri atas lima institusi utama, yakni Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia, Universitas Ghent dari Belgia, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, serta perusahaan swasta PT Supa Surya Niaga. Selain itu, inisiatif ini juga mendapat dukungan dari Amati Indonesia.
Konsorsium tersebut hadir sebagai bentuk respons terhadap tantangan yang kian berat bagi petani kecil, terutama mereka yang bergantung pada komoditas ekspor seperti kakao, kopi, dan cengkeh. Perubahan iklim yang ditandai dengan cuaca ekstrem, frekuensi serangan hama yang meningkat, serta degradasi tanah telah menyebabkan penurunan hasil panen dan berdampak pada kesejahteraan petani di berbagai wilayah Indonesia.
Melalui kerja sama ini, pendekatan ilmu pengetahuan, dukungan komunitas, dan peran sektor swasta digabungkan untuk menciptakan sistem pertanian yang lebih tangguh, adil, dan berkelanjutan. Petani akan mendapatkan pelatihan tentang praktik pertanian cerdas iklim.
Pelatihan ini mencakup penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap kekeringan, penerapan sistem agroforestri yang mampu meningkatkan keanekaragaman hayati dan menjaga kesuburan tanah, serta pemanfaatan teknologi digital guna memantau perubahan cuaca secara waktu nyata.
Pelatihan tersebut dirancang agar kontekstual, mudah dipahami, dan dapat diterapkan oleh petani di berbagai daerah, termasuk wilayah terpencil. Hal ini menunjukkan pentingnya akses yang inklusif terhadap pengetahuan dan teknologi pertanian modern, agar tidak ada petani yang tertinggal dalam menghadapi tantangan iklim.
Di sisi riset, Universitas Ghent akan bekerja sama dengan Universitas Brawijaya dan Universitas Hasanuddin dalam melakukan penelitian terapan mengenai varietas tanaman tahan iklim ekstrem, pengelolaan tanah yang berkelanjutan, serta metode budidaya yang efisien. Hasil dari riset ini tidak hanya akan menjadi kontribusi bagi dunia akademik, tetapi juga akan langsung diujicobakan melalui proyek percontohan di lapangan bersama petani.
Sementara itu, PT Supa Surya Niaga berperan penting dalam membuka akses pasar yang lebih adil bagi petani melalui jalur perdagangan yang mengutamakan prinsip keberlanjutan dan keadilan (fair-trade). Petani yang menerapkan praktik bertani ramah lingkungan akan memperoleh insentif ekonomi, sehingga mereka tidak hanya terdorong untuk menjaga ekosistem, tetapi juga memiliki jaminan penghasilan yang lebih stabil.
Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia, Sidi Rana Menggala, menyampaikan bahwa kolaborasi ini menjadi contoh nyata dari kerja sama global yang berpijak pada kebutuhan dan kekuatan komunitas lokal. Ia menekankan bahwa krisis iklim adalah tantangan besar yang tidak bisa dihadapi oleh satu pihak saja.
“Kami percaya, perubahan iklim adalah tantangan besar yang hanya bisa diatasi bersama. Konsorsium ini menunjukkan bagaimana akademisi, sektor swasta, dan komunitas dapat bersatu, saling belajar, dan saling menguatkan,” ujar Sidi dalam pernyataannya, ditulis Minggu (1/6/2025).
Sidi juga menyoroti pentingnya menempatkan petani sebagai subjek pembangunan, bukan sekadar objek penerima manfaat. Menurutnya, justru inisiatif dari komunitas lokal inilah yang menjadi landasan utama dalam menciptakan perubahan.
“Inisiatif ini tidak datang dari atas, tetapi berangkat dari , kebutuhan, dan kekuatan komunitas lokal. Mereka bukan hanya sekadar menerima manfaat, tapi mereka juga yang akan memimpin kita ke arah perubahan,” katanya.
Dengan peluncuran konsorsium ini, Indonesia menunjukkan komitmennya dalam membangun masa depan pertanian yang lebih tangguh terhadap krisis iklim. Pendekatan kolaboratif yang mengedepankan keberlanjutan, keadilan, dan kemandirian komunitas menjadi langkah strategis untuk menghadapi ancaman lingkungan yang semakin nyata. Masa depan tersebut sedang dirintis hari ini—melalui ilmu, solidaritas, dan keberpihakan pada petani kecil sebagai garda terdepan ketahanan pangan nasional.