wmhg.org – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo merasa namanya dijual dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Hal itu dia sampaikan dalam nota pembelaan atau pleidoinya. Heru menjelaskan bahwa dia baru pindah dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Pengadilan Surabaya pada Februari 2024 dan perkara Ronald Tannur baru teregister pada Maret 2024.
Dengan begitu, dia mengklaim tidak mungkin terlibat dalam penunjukkan Erintuah Damanik sebagai Ketua Majelis Hakim pada perkara Ronald Tannur.
“Bagaimana mungkin seorang hakim baru yang masih adaptasi berani atau menunjuk seseorang sebagai ketua majelis?” kata Heru di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).
Dia menegaskan bahwa menunjukkan hakim merupakan hak prerogatif Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan. Hal itu, lanjut dia, diperkuat dengan kesaksian Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat yang menyebut Heru dan Mangapul tidak pernah mengusulkan Erintuah sebagai ketua majelis hakim.
Mengenai Lisa Rachmat, Heru mengaku memang memiliki hubungan baik, tetapi Lisa tidak pernah memberikan barang atau uang kepadanya. Dia menyebutkan kesaksian kedua anak Lisa yang mengaku tak mengenal dan tak mengetahui alamat rumahnya.

Lebih lanjut, Heru juga menyebutkan kesaksian Mangapul yang mengaku tak pernah membahas soal penunjukkan Erintuah sebagai ketua majelis hakim dengan Heru.
“Mangapul secara pribadi maupun bersama Heru tidak pernah mengusulkan kepada Lisa Rachmat maupun Rudi Suparmono, Ketua Surabaya agar Erintuah damanik ditunjuk sebagai ketua majelis perkara GRT,” ujar Heru.
Pada kesempatan yang sama, Heru mengaku tidak memiliki kepentingam apapun dalam kasus Ronald Tannur. Dia merasa tidak pernah diminta atau meminta untuk menjadi anggota majelis hakim dalam perkara Ronald Tannur.
Dia juga mengaku tidak terlibat dengan pembagian uang SGD 140 ribu dan SGD 48 ribu yang diberikan Lisa Rachmat kepada Erintuah. Untuk itu, dia merasa namanya dijual dalam kasus ini.