Jakarta – Harga emas dunia kembali menunjukkan tekanan bergerak turun ke sekitar USD 3.235 selama awal perdagangan sesi Asia pada hari Selasa (13/5/2025), setelah mencatatkan penurunan tajam lebih dari 3% pada hari sebelumnya.
Sentimen pasar yang membaik setelah tercapainya kesepakatan perdagangan sementara antara Amerika Serikat (AS) dan China menjadi salah satu faktor utama yang menekan harga logam mulia hari ini.
BACA JUGA:Prediksi Harga Emas 14 Mei 2025, Sentimen Geopolitik jadi Penentu
BACA JUGA:Penurunan Harga Emas Dunia Hanya Sementara, Simak Analisisnya
BACA JUGA:Harga Emas Antam Anjlok Rp 44.000 dalam 2 Hari, Hari Ini Dipatok Rp 1.884.000
Baca Juga
-
Harga Emas Kembali Berkilau Hari Ini, Aksi Beli hingga Inflasi AS jadi Penopang
-
Top 3: Harga Emas Ambrol Parah Curi Perhatian
-
AS dan China Raih Kesepakatan Dagang, Begini Dampak ke Harga Emas hingga Minyak
Analis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, kecenderungan tren harga emas saat ini masih berada dalam tekanan bearish. Pola candlestick yang terbentuk pada grafik harian, dikombinasikan dengan indikator Moving Average, menunjukkan arah penurunan yang cukup kuat.
Jika tekanan jual berlanjut, maka harga emas berpotensi menguji level support berikutnya di sekitar USD 3.206. Namun, apabila terjadi pantulan teknikal atau sentimen mendadak berubah, maka rebound ke atas masih mungkin terjadi dengan target kenaikan ke area USD 3.279, kata dia.
Saat ini pasar sedang berada dalam fase ketidakpastian menjelang rilis data inflasi AS. Jadi, potensi volatilitas dalam jangka pendek masih cukup tinggi, tambah Andy.
Fundamental
Dari sisi fundamental, tekanan terhadap harga emas juga diperkuat oleh menguatnya dolar AS dan lonjakan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Kombinasi keduanya menjadi beban ganda bagi logam mulia, yang tidak memberikan imbal hasil seperti obligasi.
Penguatan dolar terjadi seiring meningkatnya optimisme pasar setelah AS dan China sepakat menurunkan tarif dalam periode 90 hari.
AS dikabarkan akan memangkas tarif dari 145% menjadi 30% atas sejumlah produk China, sementara Beijing juga mengambil langkah serupa dengan memangkas bea masuk dari 125% menjadi 10% terhadap barang-barang AS.