Jakarta – Pola konsumsi kelas menengah di Indonesia, terutama generasi muda, telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan Laporan Ekonomi dan Keuangan Mingguan dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan dasar antara lain pendidikan, kesehatan, perumahan, dan makanan mengalami penurunan.
Sebaliknya, belanja untuk hiburan, kendaraan, pakaian, dan pesta justru meningkat. Hiburan, yang sebelumnya dianggap sebagai kebutuhan tersier, kini telah menjadi prioritas utama kelas menengah, mengakibatkan berkurangnya alokasi dana yang biasanya digunakan untuk kebutuhan dasar lainnya.
Dengan pendapatan yang stagnan dan kebutuhan yang meningkat, ruang untuk menabung kelas menengah semakin terbatas, yang berdampak pada stabilitas keuangan kelas menengah.
Perubahan pola konsumsi ini juga disinyalir turut menjadi penyebab penurunan jumlah kelas menengah dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menunjukkan penurunan drastis dari 21,54% pada 2019 menjadi 17,44% pada 2024.
Fenomena ini menandakan tantangan yang lebih besar bagi generasi muda karena banyak dari mereka turun kelas menjadi kelompok aspiring middle class.
Dalam kondisi ini, generasi muda dituntut untuk dapat beradaptasi tidak hanya dengan tekanan ekonomi, tetapi juga dengan strategi keuangan yang lebih fleksibel dan efektif.
Solusi inovatif dari bank digital dapat membantu generasi muda menghadapi ketidakpastian ekonomi, dengan memberikan akses mudah dan suku bunga kompetitif yang dapat meningkatkan aset secara berkelanjutan.
Selain itu, solusi ini juga dapat menjadi sumber tambahan pemasukan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Dengan berbagai dukungan ini, bank digital dapat membantu generasi muda membangun fondasi finansial yang lebih kuat untuk mencapai kemandirian finansial di masa depan.