Jakarta – Ketua Bidang Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah, mengungkap praktik predatory lending yang merugikan masyarakat. Ia mencontohkan, ada kasus di Sleman yang berawal dari laporan masyarakat, di mana pinjaman Rp 3 juta bisa membengkak menjadi Rp 30 juta hanya dalam waktu dua hingga tiga bulan.
Hal ini terjadi karena pinjol ilegal mengenakan bunga hingga 4% per hari. Jika ditotal, beban cicilan yang harus ditanggung masyarakat jelas tidak masuk akal dan melampaui batas kemampuan wajar peminjam.
Ada proses hukum yang dilakukan di Sleman waktu itu, berawal dari laporan masyarakat. Diketahui bunganya dikenakan oleh pinjol ilegal, waktu itu 4% per hari. Nah, ini yang dimaksud dengan predatory lending, kata Kuseryansyah, dalam konferensi pers AFPI, Rabu (27/8/2025).
Praktik semacam ini dianggap sebagai predatory lending, yakni pola pinjaman dengan bunga mencekik yang melanggar asas perlindungan konsumen.
Bayangkan, pinjam Rp 3 juta dalam 2–3 bulan bisa jadi Rp30 juta. Itu jelas predatory lending, dan praktik seperti itu dilarang. Karena itu ada pembatasan bunga. Pinjol ilegal dulu bunganya memang sangat tinggi sekali, ujarnya.
Menurutnya, bunga pinjol ilegal pada masa lalu memang sangat tinggi, sehingga berdampak besar pada beban masyarakat. Ia menyebut kasus yang terjadi di Sleman menjadi salah satu bukti nyata bagaimana masyarakat bisa terjebak dalam lingkaran utang yang makin menjerat.