Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa penerapan skema pembagian risiko atau co-payment pada produk asuransi kesehatan komersial bertujuan untuk menekan biaya premi agar tetap terjangkau bagi masyarakat.
“Kami mendorong premi kesehatan yang lebih terjangkau karena peningkatan premi dapat dimitigasi dengan lebih baik,” ujar Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin (30/6/2025).
Ogi menyampaikan bahwa OJK telah meminta perusahaan asuransi untuk melakukan simulasi premi dengan dan tanpa skema co-payment. Hasil simulasi menunjukkan bahwa premi dengan skema co-payment cenderung lebih rendah, terutama jika mempertimbangkan tren inflasi kesehatan yang tinggi.
Menurut dia, dalam penerapan skema ini, peserta diwajibkan menanggung paling sedikit 10% dari total klaim baik untuk layanan rawat jalan maupun rawat inap. Namun, ada batas maksimum nilai klaim yang bisa diajukan: Rp 300.000 untuk rawat jalan dan Rp 3.000.000 untuk rawat inap.
Lebih lanjut, Ogi menjelaskan bahwa skema co-payment terbagi ke dalam dua mekanisme, yakni untuk asuransi individu dan untuk asuransi kumpulan. Khusus untuk asuransi kumpulan, besaran tanggungan biasanya disepakati antara perusahaan dan karyawan. Umumnya, perusahaan menanggung 80% dan sisanya 20% dibebankan ke gaji karyawan.