Jakarta – Harga emas terus mengalami penguatan dan berhasil mencatatkan rekor baru. Harga emas mencapai USD 4.000 untuk pertama kalinya dalam sejarah pada perdagangan hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) karena investor mencari tempat berlindung yang aman dari kurs dolar Amerika Serikat (AS) yang lebih lemah, volatilitas geopolitik, ketidakpastian ekonomi, dan inflasi yang membandel.
Harga emas dunia ditutup pada rekor USD 4.004,40 per ons, setelah mencapai titik tertinggi intraday sepanjang masa di USD 4.014,60. Harga emas telah naik sekitar 50% tahun ini karena kurs dolar AS telah turun 10% dan Presiden Donald Trump mengacaukan sistem perdagangan global dan mengancam independensi Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed).
BACA JUGA:Harga Emas Dunia Tembus USD 4.011, Begini Strategi Investasinya
BACA JUGA:Harga Emas 24 Karat Hari Ini 8 Oktober 2025, Cek Logam Mulia di Pegadaian hingga Semar
BACA JUGA:Harga Emas Pegadaian Rabu 8 Oktober 2025: Harga Emas Antam Hari Ini Melambung Tinggi
Baca Juga
-
Harga Emas Cetak Rekor, BSI Dorong Investasi Mulai Rp 50 Ribu Lewat BYOND
-
Harga Emas di Pasar Domestik Tembus Rp 2,4 Juta per Gram, Ini Penyebabnya
-
Tring by Pegadaian: Investasi, Gadai, Hingga Cicil Emas dalam Satu Genggaman
Lantas bagaimana dampak kenaikan harga emas yang terjadi terus menerus terhadap kinerja emiten yang berkaitan dengan emas?
Pengamat Pasar Modal Indonesia, Reydi Octa menilai tren kenaikan harga emas yang terus mencetak rekor memberikan dampak positif terhadap kinerja sejumlah emiten tambang emas di Bursa Efek Indonesia. Emiten seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), dan PT United Tractors Tbk (UNTR) disebut akan menikmati dorongan fundamental yang signifikan pada kuartal IV tahun ini.
“Harga emas yang terus mencetak rekor menjadi katalis positif bagi emiten tambang emas seperti MDKA, PSAB, dan UNTR. Margin dan valuasi cadangan berpotensi naik, mendorong kinerja kuartal IV lebih solid,” ujar Reydi kepada liputan6.com, Rabu (8/10/2025).
Meski demikian, Reydi menyoroti adanya beberapa faktor risiko yang masih perlu diwaspadai oleh pelaku pasar, terutama terkait biaya operasional dan regulasi ekspor yang berlaku bagi komoditas logam mulia.
“Namun, biaya energi dan regulasi ekspor tetap jadi tantangan. Secara keseluruhan, tren bullish emas memperkuat prospek sektor logam mulia hingga akhir tahun,” katanya.
Kenaikan harga emas dunia, menurutnya, bukan hanya menguntungkan sisi produksi dan cadangan, tetapi juga dapat menarik minat investor untuk kembali melirik saham-saham di sektor pertambangan emas yang selama ini cenderung undervalued.